Jakarta,Kabar1News.com – Gerai Hukum Art & Rekan berpendapat bahwa,di dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) daluarsa merupakan salah satu alasan hapusnya kewenangan menuntut dan menjalankan hukuman. KUHP mengenal adanya dua macam daluarsa yaitu daluarsa untuk menuntut dan daluarsa untuk menjalankan hukuman pidana.
Pengertian dari penuntutan adalah sebagaimana diatur Pasal 1 angka 7 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”):
Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang.
Penuntut umum, jaksa juga berwenang melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum (Pasal 1 angka 6 huruf a KUHAP).
maka kami akan jelaskan keduanya.
Bunyi ketentuan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan yaitu:
Pasal 372
Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. Sedangkan, penggelapan dengan pemberatan yang diancam dengan hukuman pidana yang lebih berat dari Pasal 372 KUHP antara lain:
a.Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun (Pasal 374 KUHP)
b.Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang karena terpaksa diberi barang untuk disimpan, atau yang dilakukan oleh wali pengampu, pengurus atau pelaksana surat wasiat, pengurus lembaga sosial atau yayasan, terhadap barang sesuatu yang dikuasainya selaku demikian, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun (Pasal 375 KUHP)
Secara umum, daluarsa penuntutan dan daluarsa menjalankan hukuman pidana terjadi karena tertuduh/terpidana meninggal dunia (Pasal 77 jo. Pasal 83 KUHP).
Apabila pelaku tindak pidana masih hidup, daluarsa untuk melakukan penuntutan tindak pidana penggelapan maupun penggelapan dengan pemberatan adalah sesudah 12 tahun (lihat Pasal 78 ayat 1 angka 3 KUHP). Jika pada saat melakukan tindak pidana penggelapan/penggelapan dengan pemberatan pelaku belum berusia 18 tahun, maka daluarsa penuntutan menjadi sesudah 4 tahun (lihat Pasal 78 ayat 2 KUHP). Perhitungan daluarsa penuntutan tersebut mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan (Pasal 79 KUHP).
Apabila dalam kurun waktu yang telah disebutkan setelah dilakukan tindak pidana penggelapan/penggelapan dengan pemberatan, penuntut umum tidak melakukan penuntutan, maka hapuslah kewenangan untuk menuntut si pelaku (strafsactie). Apabila kemudian penuntut umum melakukan penuntutan, daluarsa penuntutan dihentikan dan dimulai tenggang daluarsa baru (Pasal 80 KUHP).
contoh kasus sebagai berikut:
A berusia 21 tahun melakukan penggelapan uang kantor pada 1 April 2003, maka jika sampai sesudah 2 April 2015 tidak dilakukan penuntutan, maka kewenangan penuntut umum untuk menuntut A menjadi hapus. Ternyata, pada 17 Juli 2005 A dituntut oleh Penuntut Umum atas penggelapan yang telah dilakukannya, maka tenggang daluarsa dihentikan.
Selain daluarsa penuntutan, diatur pula mengenai daluarsa menjalankan hukuman pidana. Karena tindak pidana penggelapan, maka daluarsa menjalankan hukuman pidana adalah sesudah 16 tahun dan mulai berlaku pada esok harinya setelah putusan hakim dapat dijalankan (lihat Pasal 84 ayat 2 jo. Pasal 85 ayat 1 KUHP). Jika terpidana melarikan diri selama menjalani pidana, maka pada esok harinya setelah melarikan diri itu mulai berlaku tenggang daluwarsa baru, dalam hal ini adalah sesudah 16 tahun (Pasal 85 ayat 2 KUHP).
Untuk menjelaskan hal ini, kita kembali menggunakan perumpamaan yang telah dijelaskan sebelumnya:
Jika A yang telah dituntut di pengadilan kemudian diputus hakim hukuman penjara selama 4 tahun pada 10 Agustus 2005 dan putusan sudah dapat dijalankan pada 18 Agustus 2005, maka mulai 19 Agustus 2005 sampai dengan 19 Agustus 2021 berlakulah tenggang daluarsa menjalankan hukuman pidana dan dalam hal ini penuntut umum sebagai eksekutor putusan hakim harus memasukan A ke penjara. Ternyata pada 20 November 2005, A melarikan diri dari penjara, maka dalam hal ini mulai 21 November 2005 sampai dengan 21 November 2021 berlakulah masa tenggang daluarsa yang baru untuk menjalankan hukuman pidana. Masa tenggang daluarsa ini akan berhenti setelah A ditangkap kembali dan dimasukan ke penjara.
Masa daluarsa menuntut tindak pidana penggelapan/penggelapan dengan pemberatan adalah sesudah 12 tahun (4 tahun jika pelaku saat melakukan belum berumur 18 tahun) mulai hari sesudah pelaku melakukan tindak pidana. Sedangkan, masa daluarsa menjalankan hukuman pidana untuk tindak pidana penggelapan/penggelapan dengan pemberatan adalah sesudah 16 tahun dan mulai berlaku pada esok harinya setelah putusan hakim dapat dijalankan. (Arthur)
Dasar hukum :
1.Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht) Staatsblad Nomor 732 Tahun 1915
2.Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.