Kabar1news.com – Dewan Pimpinan Pusat Peduli Nusantara Tunggal berpendapat bahwa, penegakan nomokrasi atau kedaulatan hukum perlu dijaga agar dapat terus berjalan seimbang dengan sistem demokrasi yang menjadi landasan negara Indonesia.
Ini sangat penting karena dalam menjalankan demokrasi, Indonesia kerap kali melupakan penegakan kedaulatan hukum yang akhirnya berujung pada berbagai macam praktik penyimpangan dalam pemerintahan demokrasi.
Kondisi Indonesia sejak berlangsungnya era reformasi hingga kini 1998- hingga kini, telah membuat banyak perkembangan demokrasi menjadi kebablasan.
Saking bebasnya demokrasi ini seringkali jadi melemahkan penegakan hukum menjadi kekuasaan tertinggi atau nomokrasi.
Ada kalangan arus atas wakil rakyat, dan arus bawah masyarakat, yang mestinya berjalan selaras dalam demokrasi.
Yang terjadi sekarang ini, arus atas sebagai pengambil keputusan dikuasai oleh elite politik yang berkolaborasi dengan elite politik lain. Hal ini justru melanggengkan adanya oligarki kekuasaan.
Demokrasi yang mengarah kepada oligarki kekuasaan berimplikasi pada lemahnya penegakan hukum. Hal ini terjadi pada banyak kasus politik uang di Indonesia.
Dari frekuensi praktik korupsi yang dilakukan oleh pejabat saat ini justru jumlahnya lebih sering dibandingkan saat awal-awal reformasi.
Tak ada yang bisa membantah kalau sistem demokrasi sekarang ini seakan membuat orang mengeluarkan biaya begitu besar agar dapat menduduki jabatan pemerintahan tertentu.
Hal tersebut pula yang membuat banyak pejabat menjadi koruptor atau pada akhirnya menjadi boneka para pemodal.
Kita perlu mengingat bahwa sejarah mencatat sejumlah amendemen terhadap UUD 1945. Setelah sempat ada amendemen, selama kurun waktu 1999-2002 ternyata tidak terjadi konsolidasi demokrasi.
Korupsi, kolusi, dan nepotisme tetap subur, serta nomokrasi tetap lemah.
Hal paling penting sekarang ini adalah bagaimana para penegak hukum menjalankan nomokrasi yang ada sebaik-baiknya. Ini merupakan satu-satunya jalan karena kini semua tergantung mental para penegak hukum itu sendiri.
Dalam beberapa hal seperti amendemen UUD 1945, misalnya, kini membutuhkan situasi opini publik yang benar-benar waras di tengah era pasca-kebenaran.
Amendemen UUD 1945 memang dibutuhkan karena secara historis aturan ini merupakan warisan sejak zaman dulu yang belum menjawab kebutuhan sekarang.
Namun, membutuhkan situasi opini publik yang matang agar produk yang dihasilkan tidak cuma berdasarkan dari asumsi-asumsi sehingga bisa menjawab tantangan zaman.
Indonesia butuh dua hal, yakni :
Harmonisasi peraturan di berbagai level pemerintahan dan kejelasan politik hukum dari pembentuk aturan undang-undang.
Kedua hal ini dapat memperjelas serta membuat jalannya peraturan menjadi lebih efisien.
Peraturan di setiap level pemerintahan saat ini masih tumpang tindih dan proses harmonisasinya bukan hal mudah.
Selain itu, politik hukum juga memperjelas paradigma dari sebuah produk undang-undang sehingga implementasinya jelas dan dapat tepat sasaran. (**)
Pembahasan oleh Arthur Noija, S.H Ketua DPP Perkumpulan Peduli Nusantara Tunggal.