Jakarta, kabar1news.com – Gerai Hukum Art & Rekan Jakarta berpendapat bahwa, istilah Pengacara dan Advokat
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU Advokat”), advokat merupakan orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan UU Advokat.
Pengacara merupakan sebutan lain yang banyak digunakan bagi profesi advokat. Kesamaan antara keduanya definisi advokat yang tercantum dalam Kode Etik Advokat Indonesia (“KEAI”).
Pasal 1 huruf a KEAI berbunyi
Advokat adalah orang yang berpraktek memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang yang berlaku, baik sebagai Advokat, Pengacara, Penasehat Hukum, Pengacara praktek ataupun sebagai konsultan hukum.
Dengan demikian, jelas bahwa pengacara merupakan suatu profesi yang juga tunduk pada UU Advokat dan KEAI.
Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan ini mengatur mengenai kekebalan Advokat dalam menjalankan tugas profesinya untuk kepentingan kliennya di luar sidang pengadilan dan dalam mendampingi kliennya pada dengar pendapat di lembaga perwakilan rakyat.
Di sisi lain, dalam Pasal 16 UU Advokat juga menyebutkan:
Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam pengadilan.
Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XI/2013 memberi catatan bahwa Pasal 16 UU Advokat di atas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan”.
Lebih lanjut, yang dimaksud dengan “iktikad baik” adalah menjalankan tugas profesi demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk membela kepentingan kliennya. Sementara “sidang pengadilan” adalah sidang pengadilan dalam setiap tingkat pengadilan di semua lingkungan peradilan.
Mengutip artikel yang berjudul Benarkah Pengacara itu Kebal Hukum?, Luhut M.P Pangaribuan, menjelaskan bahwa jika ada dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh seorang advokat, maka hak imunitas atau kekebalan hukum advokat itu tidak berlaku, misalnya dengan cara-cara melanggar hukum.
kami meluruskan bahwa kebal hukum yang dimiliki advokat adalah kebal hukum saat dia menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan, bukan kebal hukum dalam arti bebas dari tuntutan pidana yang ia lakukan. Advokat yang melakukan tindak pidana, tetap dapat dikenai tindakan, baik oleh Dewan Kehormatan maupun dituntut di muka pengadilan.
Gerai Hukum Art & Rekan memberi contoh seperti perkara yang terjadi di Polres Kota Manado yang melibatkan pelaporan seorang Advokat/ Pengacara Youfri Clift Pitoy yang dilaporkan Pemilik eks RM Dego-Dego dengan tuduhan adanya peristiwa pidana, dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik,
Namun pelaaporan tersebut di hentikan oleh pihak Kepolisian dengan surat pemberitahuan bernomor 1592/VI/2021/Reskrim/Resta Manado, tertanggal 19 Juli 2021, yang ditandangani oleh Kasat Reskrim Polresta Manado, Kompol Taufiq Arifin S.Hut, SIK, (mengatasnamakan Kapolresta Manado), dimana isinya memberitahukan hasil penyelidikan perkara, dan menyatakan jika Polresta Manado telah menghentikan penyidikan perkara tersebut..
Menyikapi hal ini Advokat Youfri Clift Pitoy menyatakan akan melakukan pelaporan balik terhadap Pemilik eks RM Dego-Dego (MT)
(Arthur)
Dasar Hukum:
1.Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
2.Kode Etik Advokat Indonesia.