Jakarta,Kabar1News.com – Gerai Hukum Art & Rekan berpendapat bahwa,perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang di Indonesia yang tunduk pada hukum yang berlainan karena perbedaan kewarganegaraan. Perkawinan campuran yang ada di Indonesia harus memenuhi syarat-syarat perkawinan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu : 1.Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
2. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Setelah syarat-syarat terpenuhi calon suami-isteri meminta kepada pegawai pencatat perkawinan untuk memberikan surat keteragan terpenuhinya syarat-syarat dan tidak ada rintangan untuk melangsungkan perkawinan.
Sebelum perkawinan dilaksanakan calon suami atau isteri yang memiliki kewarganegaraan asing harus melengkapi dokumentasi atau surat-surat dari negara asalnya yang menyatakan bahwa ia dapat kawin dengan warga negara Indonesia.
Untuk mengetahui dokumen atau surat apa saja yang harus dipernuhi, calon suami atau isteri dapat menghubungi dapat menghubungi kedutaan negara asalnya di Indonesia. Perkawinan tersebut wajib dilaporkan paling lambat 60 hari sejak sejak tanggal perkawinan kepada instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan. Instansi pelaksana apabila dilaksanakan perkawinan selain agama Islam adalah Kantor Catatan Sipil.
Perkawinan Campuran yang dilaksanakan di Luar Negeri.
Perkawinan yang dilaksanakan di luar wilayah Indonesia wajib dicatatkan di Instansi yang berwenang dinegara setempat dan dilaporkan ke perwakilan Republik Indonesia (KBRI) di negara dilangsungkan perkawinan. Apabila negara setempat tidak menyelenggarakan perkawinan bagi orang asing maka pencatatan dilakukan di KBRI setempat yang kemudian mencatatkan peristiwa perkawinan dalam buku register Akta Perkawinan dan menerbitkan kutipan Akta Perkawinan. Pasangan suami-isteri harus mencatatkan perkawinan yang telah dilaksanakan di luar negeri kepada Kantor Catatan Sipil setempat paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak yang bersangkutan kembali ke Indonesia.(Arthur)