Nama Samin berasal dari nama seorang penduduk Ki Samin Surosentiko yang dilahirkan pada tahun 1859 di Desa Ploso, Kecamatan Diren, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah. Nama asli Ki Samin Surosentiko adalah Raden Kohar, keturunan Kanjeng Pangeran Arya Kusumaningayu. Sedang ayahnya bernama Surowijoyo (Samin Sepuh). Nama Samin tersebut dipilih karena dirasa lebih bernafaskan kerakyatan.
Dikatakan oleh Hutomo (1996: 18), oleh pemerintah Belanda di kala itu, Samin dianggap sebagai seorang residivis (bromocorah), penjahat kambuhan yang keluar-masuk penjara. Namun sebaliknya, bagi wong cilik di pedesaan Bojonegoro, ia justru punya predikat sebagai maling budiman, pencuri berhati mulia, yakni mirip kisah Robin Hood di hutan Sherwood Inggris.
Lebih dari itu, seorang guru besar di Surabaya menyebut sosok Samin sebagai intelektual desa di Klopodhuwur-Blora. Ia juga merupakan seorang pemimpin yang sangat dihormati (sesepuh), pejuang pergerakan melawan pemerintah kolonial Belanda, guru kebatinan dan raja tanah Jawa, yakni Ratu Adil Heru Cakra yang bergelar Prabu Panembahan Suryangalam (Moentadhim, 2004: 10). Bahkan ia telah menjelma menjadi pujangga Jawa pesisiran yang hidup setelah Raden Mas Ngabehi Ronggowarsita.
Pandangan Hidup Komunitas Samin
Sekitar tahun 1890, Samin Surosentiko mulai menyebarkan ajarannya kepada para pengikutnya orang-orang satu desa, dengan laku tapabrata ia memperoleh wahyu kitab Kalimosodo yang terdiri dari:
a. | Serat punjer kawitan, berkaitan dengan ajaran tentang silsilah raja-raja Jawa, adipati-adipati wilayah Jawa Timur dan penduduk Jawa. |
b. | Serat pikukuh kasejaten, ajaran tentang tata cara dan hukum perkawinan yang dipraktikkan oleh masyarakat Samin. |
c. | Serat uri-uri pambudi, berisi tentang ajaran perilaku yang utama terdiri dari ajaran Angger-angger pratikel (hukum tingkah laku), Angger-angger pangucap (hukum berbicara), dan Angger-angger lakonan (hukum yang harus dilakukan). Angger-angger pratikel berupa aja drengki, srei, tukat-padu, dahpen-kemeren, kutil-jumput, mbedog-colong (jangan dengki, iri hati, beradu mulut, suka mencampuri urusan orang lain, mengambil hak milik orang lain, mencuri atau mengambil tanpa ijin). Angger-angger pangucap, yakni pangucap saka lima bundhelane ana pitu, lan pangucap saka pitu bundhelane ana sanga. Artinya, berbicara itu dari lima hal kerumitannya bisa tujuh, dan dari tujuh masalahnya bisa sembilan. Secara implisit, sesungguhnya ini merupakan peringatan agar orang Samin tidak sembarangan ketika berbicara. Angger-angger lakonan, yakni lakonana sabar trokal, sabare dieling-eling, trokale dilakoni. Artinya, bersikaplah sabar dan tawakal, kesabaran itu perlu diingat-ingat, tawakalnya dilaksanakan. |
d. | Serat jati sawit, buku yang membahas tentang kemuliaan hidup sesudah mati (kemuliaan hidup di akhirat). |
a. | Serat lampahing urip, buku yang berisi tentang primbon yang berkaitan dengan kelahiran, perjodohan, mencari hari baik untuk seluruh kegiatan aktivitas kehidupan. |
Prinsip ajaran Samin Kudus berbentuk pantangan dasar meliputi: tidak boleh mendidik dalam pendidikan formal, tidak boleh bercelana panjang, tidak boleh berpeci, tidak diperbolehkan berdagang, dan tidak diperbolehkan beristri lebih dari satu. Pertama, tidak diperbolehkan mendidik anak melalui pendidikan formal (sekolah), anak hanya dibekali pendidikan informal (pendidikan yang dilakukan oleh kedua orang tuanya sendiri dalam rumah tangganya) bermaterikan prinsip ajaran, dan prinsip hidup. Kedua, tidak boleh bercelana panjang dan tidak boleh berpeci, hal tersebut sebagai simbolisasi perlawanan terhadap Belanda yang bercelana panjang dan tidak diperbolehkannya berpeci karena telah memiliki asesori khas berupa udeng yang dikenakan pada acara pirukunan. Ketiga, tidak diperbolehkan berdagang, hal tersebut sebagai langkah antisipasi bahwa profesi dagang berpeluang tertradisi dengan berbohong, sebuah aktivitas yang dijauhi dalam prinsip Samin, dan keempat, tidak diperbolehkan beristri lebih dari satu. Anggapan umum bahwa munculnya konflik berkeluarga di antaranya karena beristri lebih dari satu, hal tersebut diantisipasi dengan cara dijadikan doktrin pantangan.
Samin sebagai keyakinan hidup, prinsip dasar ajaran (perintah), dan prinsip dasar pantangan (larangan) bagi pemeluknya, mempunyai enam prinsip dasar dalam beretika berupa pantangan untuk tidak: Drengki; membuat fitnah, Srei; serakah, Panasten;mudah tersinggung atau membenci sesama, Dawen; mendakwa tanpa bukti, Kemeren; iri hati/syirik, keinginan untuk memiliki barang yang dimiliki orang lain, Nyiyo Marang Sepodo;berbuat nista terhadap sesama penghuni alam, dan Bejok reyot iku dulure, waton menungso tur gelem di ndaku sedulur (menyia-nyiakan orang lain tidak boleh, cacat seperti apapun, asal manusia adalah saudara jika mau dijadikan saudara). Sedangkan lima pantangan dasar dalam berinteraksi meliputi: Bedok; menuduh, Colong; mencuri, Pethil; mengambil barang (barang yang masih menyatu dengan alam atau masih melekat dengan sumber kehidupannya) misalnya: sayur-mayur ketika masih di ladang, Jumput; mengambil barang (barang yang telah menjadi komoditas di pasar) misalnya: beras, hewan piaraan, dan kebutuhan hidup lainnya, dan Nemu Wae Ora Keno; menemukan menjadi pantangan.
Kearifan Lokal Komunitas Adat Samin
Masyarakat samin mempersiapkan lingkungan alam sebagai sesuatu yang dapat memberikan urip, sandang-pangan, dan penghidupan sehingga harus dijaga kelestariannya. Mereka juga memelihara lahan pertanian (sawah bancik) dan semaksimal mungkin berusaha untuk meningkatkan produksi hasil panen. Mereka beranggapan bahwa orang harus ulet (trokal) dalam melakukan pekerjaan agar bisa memperoleh hasil yang optimal.
Lingkungan alam adalah semua isi alam raya yang memberikan kehidupan meliputi tanah, air, tumbuh-tumbuhan, dan hewan. Menurut orang Samin, alam itu identik dengan ibu (biyung) karena biyung adalah yang membuat hidup manusia sampai sekarang. Dengan begitu, manusia harus bersyukur dan menghargai alam sebagaimana kita menghormati seorang ibu (biyung).
Selain itu, hendaknya di dalam memanfaatkan kekayaan lingkungan digunakan secukupnya saja. Hal ini mengingat kekayaan lingkungan memang perlu dihemat sedemikian rupa agar generasi berikutnya dapat ikut menikmati. Jadi, harus diopeni kanthi temen lan di pundhi-pundhi (dijaga kelestariannya dan dimanfaatkan secara efisien).
Penutup
Masyarakat Samin sangat tersohor dengan keluguan, kejujuran, sikap apa adanya yang kadang nyleneh dan membuat masyarakat lain memandang secara berbeda. Tetapi dibalik sisi nylenehnya, masyarakat Samin menyimpan pesan dan ajaran yang menjadi pencerah bagi masyarakat. Ditengah terpaan modernisasi yang mengikis nilai-nilai budaya hampir di semua masyarakat, ajaran Samin memberikan secercah harapan terutama tentang makna kejujuran yang menjadi falsafah hidup masyarakat Samin yang perlu untuk diselami dan diimplementasikan pada kehidupan masyarakat umumnya.
Sikap yang perlu ditanamkan pada generasi muda terhadap nilai budaya dari Komunitas Adat Samin tersebut adalah perlunya menjaga sikap dan perilaku yang baik antar sesama manusia dan menjalin hubungan baik dengan lingkungan alam.
Manfaat yang diperoleh dari budaya Komunitas Adat Samin adalah terjalinnya hubungan yang harmonis antara sesama manusia dalam hidup bermasyarakat.