Jakarta,Kabar1news.com – Romo Benny, Ade Arthur dan Gus Memed Selebritis Langit. Tiga tokoh nasional yang akrab dengan anak muda, dan pergerakan itu, memang punya kelas tersendiri. Dia diminati ber bagai kalangan anak anak muda pergerakan di tanah air.
Malam itu, di pondok Pesantren Abdurahman Wahid Soko tunggal, jalan sodong Utara no 18 rawamangun jakarta timur, ketiganya seolah saling melengkapi di dalam menyampaikan resep simpel ; Bagaimana upaya menyemaikan kembali kecambah ideologi bangsa, Pancasila di tanah air ini.
Kita lihat contoh riel kehidupan ber Pancasila, telah dilakukan oleh Romo Mangun, dan sahabatnya Gus Dur dan Gus Nuril.
Mereka bertiga tidak hanya menghafal, & mempelajari, serta memahami tetapi juga Sekaligus mempraktekan dalam bentuk kehidupan di segala lini, kata Romo Beny, yang di benarkan oleh DR. Ade Arthur dan hadirin.
Coba anda perhatikan, dan lihat kehidupan di Pondok ini, tambah nya; Semua yang hadir duduk rukun. Mendengar, tertawa serempak. Makan nasi uduk sambal jengkol, bareng – bareng. Sama sekali tidak dibedakan agama, suku ras dan kepercayaan nya. Apalagi sekedar partai atau partisan Capres Cagub, atau Cawal atau Cabub.
Saya inginkan kebekuan kehidupan bermasyarakat ini sudah mulai di urai. Mari tunjukan contoh yang baik dalam bermasyarakat di negeri ini atau masyarakat dunia.
Para petinggi partai, tolonglah menjadi gitu atau teladan dalam kehidupan. Bulan malah saling mempertontonkan pamer syahwat kekuasaan dan saling buly seperti anak kecil.
“Ya kalau gak di undang Ulang tahun, ya jangan marah. Sebaliknya yang tidak mengundang ulang tahun ya jangan baper, mengharapkan ucapan selamat ulang tahun ya. Lha ngundang saja tidak kok,” ujar Gus Nuril.
Artinya semua harus dewasa. Lha katanya partai modern kok masih suka “kerengan”, (berantem ala bocah kecil).
Musuh utama bangsa ini adalah penyakit lupa. Kata Gus Nuril, yang malam itu berbusana Jawa. Lengkap dengan blangkonnya. Kita lupakan budaya kita nan indah. Sehingga tidak menyadari bahwa; Spirit thaliban, sudah merembes ke tubuh kita. Mulai dari dunia pendidikan hingga aparat Negara.
Jika yang terjangkiti faham khilafah dan spirit Thaliban itu di strata prajurit, politisi rendah yang bukan pengamil kekuasaan, tidak begitu merisaukan. Tetapi perhatikanlah; Di negeri NKRI yang berdasar dan ideologi Pancasila, ini justru para petingginya yang kerasukan Thaliban. Maka jika kita tidak rajin menyemai kan , kecambah ideologi bangsa. Saya khawatir 2024 mendatang adalah, menjadi “Kloneng” berakhirnya NKRI.
Semua anak bangsa saling mengkhianati dengan membawa ideologi Ekspor.
Baik dari Barat, Timur atau Arab sendiri. Ujar Gus Nuril menutup pertemuan gayeng di Selasa malam Rabu itu. Sekaligus merestui penggunaan sebagian ruang bangunan gedung ukuran 24 x 24 Meter berlantai tiga, menjadi “Rumah Pancasila”. malam itu dikehendaki hadirin, di copy lagi. Artinya suasana dan tbugan Ngaji Tjoreqoh Kebangsaan itu, diadakan sebulan sekali. Tidak sekali ini saja.
“Saatnya Rakyat,” Indonesia, tanpa terkecuali gumregah, bangkit dan berdiri untuk menuju ke sawah ladang kebangsaan. Melewati Thoteqoh kebangsaan Untuk menyemaikan kembali “kecambah ideologi Bangsa Pancasila”. Dengan demikian, rakyat dan pemimpinnya tidak dijangkiti penyakit “epilepsi alias ayan,” karena mabuk kekuasaan dan mengalami ke panglingan atas filosofi bangsa nya sendiri.
Mensyukuri kemerdekaan itu , musti dengan contoh dan teladan Bunga Hatta. Beliau memakai jabatan dan kekuasaan yang sebagai wakil Presiden sekaligus Prolamator kemerdekaan dengan cara tasawuf. Dengan sederhana. Dan miliki pola asketik. Runtut, dan penuh tawadluk pengabdian pada Bangsa, Bukan bermentalitas bongkar semua Lalu mengganti ideologi Bangsa dengan khilafah. Hanya gara gara Thaliban menang.
Masa sih, Bangsa ini demikian parah menderita rabun dekat ?! Sehingga ,
sampai tidak tahu, siapa saudara yang duduk disebelahnya. Tetapi sebaliknya, demikian “waskto” terhadap Thaliban. Yang mereka itu entah siapa siapa.
Pembahasan Oleh : Gus Nuril – Gedibale Gus Dur,