Kabar1News.com – Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Peduli Nusantara berpendapat bahwa,tidak semua orang tua murid yang menyekolahkan anaknya, mengerti apa perbedaan PUNGUTAN dan SUMBANGAN yang dibebankan kepada mereka oleh sekolah atau komite sekolah. Biasanya orang tua tahunya kalau anaknya sekolah akan dimintai sumbangan uang komite yang besarnya sudah ditentukan oleh sekolah lewat komite. Kedua kata ini sebenarnya berbeda, meskipun dalam prakteknya sering terjadi pengaburan istilah, entah disengaja atau tidak.
Menurut PERMENDIKBUD No. 44 tahun 2012:
PUNGUTAN adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau orang tua/wali secara langsung yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan dasar (pasal 1 ayat 2)
SUMBANGAN adalah penerimaan biaya pendidikann baik berupa uang dan/atau barang/jasa yang diberikan oleh peserta didik, orang tua/wali, perseorangan atau lembaga lainnya kepada satuan pendidikan dasar yang bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat dan tidak ditentukan oleh satuan pendidikan dasar baik jumlah maupun jangka waktu pemberiannya (pasal 1 ayat 3)
Komite sekolah, merupakan sebuah lembaga independen diluar satuan pendidikan yang dibentuk dengan tujuan:
1. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan.
2. Meningkatkan tanggung jawab dan peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
3. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.
Dengan dibentuknya Komite Sekolah, diharapkan ada partisipasi dari masyarakat dalam pengembangan satuan pendidikan. Salah satunya partisipasi dan yang paling diharapkan adalah dukungan dana. Hal ini sesuai dengan Permendikbud no. 44 tahun 2012 (pasal 3) : Pendanaan pendidikan bersumber dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Dilihat dari semangat pembentukan Komite Sekolah, maka dana yang dihimpun dari masyarakat adalah dalam bentuk sumbangan/partisipasi, yang cara pengumpulannya harus sesuai dengan Permendikbud No. 44/2012 pasal 1 ayat (2 & 3) di atas.
Dengan kata lain bahwa iuran komite tidak boleh ditentukan besarnya dan maupun jangka waktu pembayarannya. Namun dalam prakteknya cara ini tentu sulit dilakukan, karena tanpa adanya kepastian berapa sumbangan yang akan diberikan oleh orang tua murid maka akan sulit pula dibuat RAPBS-nya.
Jalan tengah yang bisa ditempuh tentu saja dengan meningkatkan komunikasi antara pengurus Komite dengan Orang Tua Murid.
Komite sekolah bisa saja menanyakan kepada orang tua murid berapa dana yang bisa disumbangkan. Cara ini bisa dilakukan dengan pengisian formulir kesanggupan membayar iuran komite, yang tentu saja tidak boleh ada paksaan.
Hal ini sesuai dengan Permendikbud No. 44/2012 pasal 4 ayat 2, yang menyatakan bahwa dalam penarikan sumbangan ini harus memperhatikan asas keadilan, dimana besarnya sumbangan harus memperhatikan kemampuan ekonomi dari masing-masing orang tua.
Memang diakui ada komite sekolah yang ambisius dengan menetapkan RAPBS dan iuran komitenya secara sepihak. Bahkan cara penarikan iuran komite ini dikaitkan dengan proses belajar-mengajar, misalnya dengan tidak memberikan kartu ujian sebelum melunasi iuran komite.
Cara ini sebenarnya salah besar, karena organisasi Komite Sekolah tidak boleh dicampur adukkan dengan satuan pendidikan. Pengurus komite yang professional seharusnya memiliki data-base anggotanya (orang tua murid), mampu mengembangkan komunikasi secara efektif dengan anggotanya, sehingga masalah yang terjadi di dalam organisasi tidak perlu melibatkan satuan pendidikan atau bahkan guru dan murid.
Dan yang lebih penting, harus disadari bahwa pengurus Komite Sekolah bukanlah bawahan kepala sekolah.(**)