Diduga Mengunakan Surat Palsu, Pemilik Hotel di Jimbaran Dilaporkan ke Polda Bali
Denpasar, Kabar1news.com –Diduga kuat menggunakan putusan sesat yang isinya tidak benar, inisial SD selaku Komisaris Utama PT Intiland sekaligus pemilik Hotel Kayu Manis Jimbaran dilaporkan oleh I Made Tarip Widarta, dkk ke Polda Bali.
Diketahui, laporan itu dibuat dengan sangkaan bahwa SD telah menggunakan surat yang isinya tidak benar atau diduga palsu, sesuai Laporan Polisi Nomor: STPL/236/IV/2025/SPKT/POLDA BALI tanggal 19 April 2025.
Sebelumnya, I Made Tarip juga telah melaporkan SD ke Polda Bali dengan sangkaan melakukan tindak pidana penipuan, melanggar Pasal 378 KUHP, sesuai Laporan Polisi Nomor: STTLP/B/577/VIII/2024/SPKT/POLDA BALI tanggal 13 Agustus 2024.
Perkara ini bermula dari gugatan wanprestasi yang diajukan pihak SD dalam perkara Nomor: 927/Pdt.G/PN Dps tanggal 17 Februari 2025. Dalam perkara tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Denpasar membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Denpasar.
Dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Denpasar Nomor: 79/Pdt/2025/PT Bali tanggal 14 April 2025, yang dipimpin Abdul Halim Amran, SH, MH sebagai Hakim Ketua serta Suwarno, SH, MH dan A. Bondan, SH, MH sebagai Hakim Anggota, Majelis menerima permohonan banding dari pembanding I Made Tarip Widarta (semula Para Tergugat).
Mereka membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor: 927/Pdt.G/2024/PN Dps tanggal 17 Februari 2025 yang dimohonkan banding tersebut, mengabulkan eksepsi Para Tergugat, dan menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet Onvantkelijke Verklaard). Selain itu, Penggugat dihukum membayar biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan, yang di tingkat banding ditetapkan sebesar Rp150 ribu.
Kuasa hukum I Made Tarip Widarta, dkk, Boy Barzini Hanes, SH dari Kantor Hukum H2H Law Office, mengatakan, perkara ini sangat aneh karena terdapat dua versi amar putusan dengan nomor dan tanggal terbit yang sama, tetapi isi yang berbeda.
Di versi pertama, pada poin 6 disebutkan: “Menghukum Para Tergugat (Ic. Tergugat I sampai dengan Tergugat V) dan Para Turut Tergugat (Ic. Turut Tergugat I sampai dengan Turut Tergugat XIX) untuk tunduk dan taat pada putusan perkara a quo.”
Sementara pada versi kedua, poin 6 berbunyi: “Menghukum Tergugat II melanjutkan proses peralihan hak atas objek sengketa dari atas nama Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV, Tergugat V, Tergugat VI, Tergugat VII menjadi atas nama Penggugat.”
Hal inilah yang diduga kuat sebagai indikasi adanya putusan sesat atau palsu karena sebuah perkara dengan nomor, tanggal, bulan, dan tahun yang sama tidak seharusnya memiliki dua isi putusan berbeda.
“Perkara yang sama dan nomor putusannya serta tanggal, bulan, tahun penerbitan yang sama tetapi isi amar putusannya berbeda. Ada dua putusan untuk satu perkara. Berarti, jika ada dua putusan atas perkara yang sama, artinya salah satunya ada yang palsu dan ada satu putusan yang asli,” ungkapnya di Denpasar, Minggu (20/04/2025).
Akibat adanya perbedaan atau perubahan dalam amar putusan kedua tersebut, Fitraman sempat bersurat kepada Ketua Pengadilan Tinggi Denpasar pada 24 Maret 2025 untuk mengajukan Memori Banding Tambahan terhadap Putusan PN Denpasar tanggal 17 Februari 2025 Nomor: 927/PDT.G/2024/PN Dps.
Bahwa Para Pembanding yang semula Para Tergugat mengajukan memori banding tambahan sebagai bentuk keberatan atas Putusan PN Denpasar tersebut. Keberatan itu berdasarkan adanya dua versi amar putusan yang berbeda, tetapi memiliki nomor putusan yang sama, yaitu Nomor: 927/Pdt.G/2024/PN Dps tanggal 17 Februari 2025.
Dalam dua versi amar putusan tersebut, pada pokoknya sama-sama tertulis: “Diucapkan dalam persidangan terbuka untuk umum pada hari Senin, 17 Februari 2025.” Namun, di versi kedua hanya terdapat 8 poin amar putusan, sedangkan versi pertama memiliki 9 poin.
“Kami sebagai PH sangat bersyukur dan berterima kasih kepada Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Bali karena telah membatalkan Putusan Nomor: 927/PDT.G/2024/PN Dps tanggal 17 Februari 2025,” tegasnya.
Fitraman Hardyansah, SH menjelaskan bahwa permasalahan ini menjadi kronis karena Sinarto Darmawan sebagai penyewa tanah, yang di atasnya berdiri Hotel Kayu Manis, sudah dua kali kalah perkara melawan I Made Tarip Widarta, dkk dalam perkara wanprestasi dengan objek dan subjek yang sama.
Perkara bermula dari Gugatan Perdata Wanprestasi Nomor: 407/Pdt.G/2023/PN Dps yang diajukan Sinarto Darmawan melalui Kantor Hukum Dhipa Adista Justicia kepada pemilik tanah I Made Tarip Widarta, dkk yang diwakili Kantor Hukum H2B Law Office sebagai Tergugat. Dalam perkara tersebut, Sinarto Darmawan tidak memenuhi kewajibannya membayar sisa uang sewa tanah senilai Rp24 miliar sesuai kesepakatan perpanjangan sewa tanah 10 tahun dengan Nomor 2 tanggal 6 Juli 2023 yang dibuat di hadapan Notaris Eddy Subroto, SH, Sp.N, MH di Jimbaran.
Setelah perkara tersebut berkekuatan hukum tetap (inkracht), yakni Nomor: 407/Pdt.G/2023/PN Dps, yang memutuskan Sinarto Darmawan sebagai pihak yang kalah, maka I Made Tarip Widarta, dkk melalui Kantor Hukum Hardyansah & Hanes Law Office mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) kepada Sinarto Darmawan, menuntut ganti rugi sebesar Rp30 miliar.
“Akan tetapi, pihak Tergugat Sinarto Darmawan selaku Direktur PT Bali Danadhipa bukannya membayar uang ganti rugi tersebut, namun malah mengajukan gugatan wanprestasi lagi dengan perkara Nomor: 927/Pdt.G/2024/PN Dps, dengan alasan Tergugat pemilik tanah melakukan wanprestasi karena menggugat melalui perkara PMH Nomor: 612/Pdt.G/2024/PN Dps kepada Penggugat Sinarto Darmawan dari PT Bali Danadhipa yang objek sengketanya sama dengan perkara Nomor: 407/Pdt.G/2023/PN Dps, yaitu tergugat ingkar janji dalam pelaksanaan akta sewa Nomor 27 tanggal 15 Januari 2002, ditambah Akta Kesepakatan Perpanjangan Sewa 10 tahun tanggal 6 Juli 2023 yang sampai saat ini pihak Sinarto Darmawan wanprestasi dengan tidak membayar kewajibannya berupa sisa uang sewa sebesar Rp24 miliar kepada pihak pemilik tanah Tergugat I Made Tarip Widarta, dkk,” tandasnya.(***/D)