Surabaya, Kabar1News.com – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jatim, Hj Anik Maslachah meminta kepada kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI untuk segera melakukan revisi terhadap Kamus Sejarah Indonesia (KSI). Hal ini disampaikan Anik Maslachah ditemui di DPRD Jatim, Rabu (21/4/2021).
Seperti diketahui, dalam KSI yang dibuat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mendapat sorotan tajam lantaran Kamus Sejarah Indonesia (KSI) terdiri atas dua jilid. Jilid I Nation Formation (1900-1950) dan Jilid II Nation Building (1951-1998) bocor ke pubik sebelum diterbitkan secara resmi. Dalam bentuk soft copy pada sampul Jilid I terpampang foto Hadratus Syech KH Hasyim Asy’ari. Namun, secara alfabetis, pendiri NU itu justru tidak ditulis nama dan perannya dalam sejarah kemerdekaan Republik Indonesia.
Hal yang sama juga terjadi pada buku Jilid II, tidak ada ulasan tentang Presiden RI ke-4 KH. Abdurrahman Wahid atau yang akrab dipanggil Gus Dur. Ironisnya sejumlah tokoh lain yang kerap membikin gaduh dengan ulah kontroversial justru dimasukkan dalam KSI.
Fakta itu memantik kekecewaan Wakil Ketua DPRD Jatim, Hj Anik Maslachah. Menurut politikus asal Sidoarjo ini adalah bentuk diskriminasi dan pelecehan pada kaum santri dan tokoh NU karena secara tidak langsung menghilangkan rekam jejak santri dalam perjuangan kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan RI.
“Ini sama dengan pelecehan terhadap NU, kiai dan kaum santri. Kami minta Mendikbud Nadiem Makarim minta maaf secara terbuka dan melakukan revisi untuk penyempurnaan sebelum diterbitkan,” tegas Anik Maslachah.
Anik yang juga politisi asal fraksi PKB Jawa Timur ini mengingatkan, bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawanya. Tidak akan ada resolusi jihad yang menjadi embrio perlawanan arek-arek Surabaya terhadap Belanda yang membonceng NICA tanpa seruan jihad KH. Hasyim Asy’ari selaku rais akbar PBNU.
Ia melanjutkan, pun juga tidak akan ada peristiwa pertempuran 10 November 1945 di Surabaya tanpa adanya resolusi jihad yang sudah mendapat dilegitimasi dari negara dengan ditetapkannya menjadi hari besar nasional.
Begitupun hampir semua orang se dunia tahu bagaimana perjuangan Gus Dur yang tidak hanya bapak bangsa tapi menjadi pejuang humanisme dan pluralisme sedunia yang tentu membawa harum nama bangsa Indonesia.
“Kalau kemudian dalam Kamus Sejarah Indonesia jilid 1 dan 2 yang dibuat Kemendikbud tidak dimuat fakta-fakta sejarah berikut tokoh pelaku sejarahnya. Ini sama halnya melukai kaum santri yang sudah berjuang dalam mempertahankan kemerdekaan. Itu sama halnya tidak menghargai jasa para pahlawan,” tegas mantan sekretaris PW Fatayat NU Jatim.
Anik yang juga Penasehat Fraksi PKB DPRD Jatim ini, menyesalkan sikap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang harusnya memberikan pendidikan yang benar justru malah sebaliknya. Anik juga minta ada proses investigasi diinternal Kemendikbud. Apakah ini terjadi karena kesengajaan atau kealpaan.
“Kasus seperti ini sering terjadi, kami berharap ada investigasi di internal. Apakah ada unsur kesengajaan atau tidak, kami berharap kejadian ini menjadi yang terakhir,”katanya.
Menurut Anik, bantahan Dirjen Kebudayaan Kemendikbud yang menyatakan tidak pernah menerbitkan secara resmi buku KSI juga menambah persoalan baru. Mengingat, ISBN buku KSI justru dari Dirjen Kebudayaan Kemendikbud sehingga buku tersebut bisa dijualbelikan secara online.
“Ini semakin menggelitik pikiran kita. Siapa yang berani bertandatangan atas nama Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid, makanya harus dilakukan investigasi untuk mengungkap kebenarannya,” pinta politikus asal Sidoarjo.
Masyarakat sudah melek IT sehingga Kemendikbud tak usah menutup-nutupi dan mencari pembenaran jika buku KSI itu sudah diperjualbelikan secara online. “Tuntutan kami ya minta ditarik dan direvisi sesuai fakta sejarah. Jangan sampai pemerintah justru ingin membelokkan dan mengaburkan sejarah karena itu bisa menjadi doktrin generasi penerus bangsa salah dalam memahami sejarah bangsanya sendiri,” imbuhnya.
Sebelumnya, Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid menegaskan bahwa Kemendikbud selalu berefleksi pada sejarah bangsa dan tokoh-tokoh yang ikut membangun Indonesia, termasuk Hadratus Syech Hasyim Asy’ari dalam mengambil kebijakan di bidang pendidikan dan kebudayaan.
Hilmar yang juga dikenal sebagai sejarawan itu melengkapi pernyataannya dengan fakta. “Museum Islam Indonesia Hasyim Asyari di Jombang didirikan oleh Kemendikbud. Bahkan, dalam rangka 109 tahun Kebangkitan Nasional, Kemendikbud menerbitkan buku KH. Hasyim Asy’ari: Pengabdian Seorang Kyai Untuk Negeri,” terangnya.
Meluruskan tudingan miring yang dimaksud banyak kalangan tersebut, Hilmar menegaskan bahwa buku Kamus Sejarah Indonesia Jilid I tidak pernah diterbitkan secara resmi. Menurutnya dokumen tidak resmi itu ada yang sengaja mengedarkan ke masyarakat oleh kalangan tertentu merupakan salinan lunak (softcopy) naskah yang masih perlu penyempurnaan.
“Naskah tersebut tidak pernah kami cetak dan edarkan kepada masyarakat. Lebih penting lagi, naskah buku tersebut disusun pada tahun 2017, sebelum periode kepemimpinan Mendikbud Nadiem Anwar Makarim. Selama periode kepemimpinan Mendikbud Nadiem Anwar Makarim, kegiatan penyempurnaan belum dilakukan dan belum ada rencana penerbitan naskah tersebut,” jelasnya.
Keterlibatan publik menjadi faktor penting yang akan selalu dijaga oleh segenap unsur di lingkungan Kemendikbud. “Saya ingin menegaskan sekali lagi bahwa tidak mungkin Kemendikbud mengesampingkan sejarah bangsa ini, apalagi para tokoh dan para penerusnya,” pungkas Hilmar. (***Pca)