Kabar1News.com – Satgas Dewan Pers Kamsul Hasan menegaskan, Dewan Pers tidak pernah mengeluarkan surat edaran yang menyarankan Verifikasi Media menjadi syarat kerjasama dengan pemerintah daerah (pemda). Jadi kalau ada, sudah jelas hoak.
”Ya, kan sudah ditegaskan, surat edaran itu hoaks. Dewan Pers itu lembaga independen. Yang berfungsi mengembangkan dan melindungi kehidupan pers di Indonesia,” ujar mantan Ketua PWI Jaya itu, dilansir dari media MATRANEWS.id dipublikasi pada 12 Februari 2020 Lalu.
Dosen kerap keliling Indonesia itu kembali menegaskan, Dewan Pers tidak pernah mengeluarkan surat edaran yang menyarankan, Verifikasi Media menjadi syarat kerjasama dengan pemda. Dengan masalah ini, dirinya memang banyak mendapat pertanyaan di pelbagai tempat, khusus dari media massa daerah.
“Dewan Pers dimaksudkan untuk memenuhi HAM (Hak Asasi Manusia). Karena kemerdekaan pers termasuk bagian dari HAM. Dewan Pers memfasilitasi, bukan membuat aturan ini dan itu. Yang justru membuat insan media menjadi tidak bisa hidup secara profesional,” kata Kamsul. ”Dewan Pers itu urusannya kode etik, menjaga marwah pers. Bukan mengebiri pers, tapi menjaga kode etik dan memfasilitasi,” ujar Kamsul lagi.
Jurnalis senior kerap mengunggah pemikirannya di FB, dan menjadi acuan, sehingga ia sering menjadi narasumber keliling Indonesia itu mengingatkan, kuncinya adalah pers harus berbadan hukum Indonesia, bukan badan usaha. Diperkuat putusan MK atas uji materi perusahaan pers badan usaha CV.
Bila memenuhi syarat UU, meski tidak terverifikasi administrasi atau faktual tetap produk jurnalistik. Sementara, tugas Dewan Pers sesuai Pasal 15 adalah melakukan pendataan. ”Hanya mendata, bukan verifikasi,” ujar pria selalu bersemangat jika berbicara UU Pers dan tupoksinya, menjaga kemerdekaan pers dengan memfasilitasi pembuatan berbagai peraturan, termasuk pedoman.
Penguji Kompetensi Wartawan PWI Pusat ini memaparkan, baik penyiaran maupun pers secara umum wajib menegakkan supremasi hukum. Hal ini diterangkan Kamsul saat berdiskusi dengan S.S Budi Rahardjo, beberapa waktu lalu. Yang sempat menyoal, kewajiban penerbit pers atau perusahaan pers mendaftarkan diri dan kemudian Dewan Pers memverifikasi, malah bisa bertentangan dengan UU Pers.
“Bakal menjadi ijin terselubung dari otoritas bidang pers,” CEO majalah eksekutif yang terbit sejak 1979 ini menjelaskan. Jojo sempat melontarkan pernyataan, Dewan Pers memakai anggaran negara, harusnya proaktif bertugas mendata media massa.
Ternyata Dewan Pers merespon baik, media tercatat di Dewan Pers. Tidak perlu ribet, hanya membuat mekanisme pelaporan lewat digital di website Dewan Pers.id. Jika selama ini, aturan Dewan Pers menetapkan, hanya satu perusahaan untuk satu PT. Realitasnya, beberapa media cetak dan online sesungguhnya tergabung dalam satu unit usaha sama.
”Sekarang satu badan usaha boleh dua perusahaan pers, baik online atau cetak,” demikian penjelasan Wakil Ketua Dewan Pers Hendry Ch Bangun. “Dewan Pers tidak pernah mengeluarkan surat menyatakan, media boleh bermitra dengan pemerintah itu (harus terverifikasi). Tidak ada surat itu,” tambah Hendry.
Menurut jurnalis senior ini, tidak masalah adanya kerjasama antara media dengan pemda, selama media tersebut merupakan sebuah perusahaan berbadan hukum.
Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh dalam bincang dengan S.S Budi Rahardjo, Ketua Asosiasi Media Digital Indonesia menegaskan, Dewan Pers tidak pernah meminta pemda untuk tidak bekerjasama dengan perusahaan media belum terfaktual.
Yang ditegaskan Nuh adalah, media massa harus memiliki seorang penanggungjawab dan alamat jelas, serta mempunyai badan hukum. ”Pemimpin Redaksinya adalah orang kompeten. Ia harus terverifikasi menjadi Wartawan Utama,” ujar M Nuh, sekali lagi menegaskan tidak ingin membatasi sepakterjang jurnalis, apalagi di era medsos sekarang ini.
Niat Dewan Pers, sambungnya, justru menjaga kredibilitas media massa. Menilai dari apa dimuat jurnalis, bukan hoaks serta tidak terjebak menjadi kepentingan tidak benar. Tapi, sejatinya media massa harus memaparkan fakta.
Dalam acara Hari Pers Nasional 2020 di Banjarmasin, M Nuh tidak hanya mengobrol soal kompetensi wartawan. Tapi analisis keberlangsungan media massa, untuk memberi sumbangsih bagi masyarakat. Kedua, perlindungan terhadap tugas-tugas jurnalistik. Jurnalis harus aman dan nyaman dalam menjalankan tugas mewujudkan good journalism. “Perlindungan wartawan mutlak. Kekerasan dan ancaman terhadap wartawan sekecil apapun tidak boleh terjadi,” tegasnya.
Ketiga, jaminan kesejahteraan. Hal ini harus dibangun. “Dan itu memerlukan ekosistem kondusif,” kata mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini, yang mengaku mengapresiasi jika Forum Pimpinan Media Digital Indonesia turut membantu tugas Dewan Pers mengedukasi.
Presiden RI, Joko Widodo, dalam acara HPN 2020 menegaskan akan membuat regulasi media massa digital. Di mana, ekosistem media harus dilindungi dan diproteksi. Sehingga masyarakat mendapat konten berita baik.
“Tadi disampaikan, platporm digital yang regulasinya belum ada sangat menjajah dunia pers kita. Oleh sebab itu saya sudah berbincang-bincang dengan para pemimpin redaksi (pemred). Saya minta segera siapkan draft regulasi bisa melindungi dan memproteksi dunia pers kita,” ujarnya.
Disebutnya, platform belum bisa ditarik pajak, aturan main tidak ada, padahal aturan pers diatur rinci. “Platform digital tidak pakai aturan, dia ambil iklan dan segala macam tidak ada pajak. Perlu kita atur, semua negara mengalami itu, aturan belum ada barang sudah masuk,” kata orang nomor satu di negara ini.
Presiden menegaskan, berita medsos tidak bisa menggantikan peran media konvensional sebagai ruang publik beradab. Keberlanjutan media tidak sepenuhnya bergantung pada regulasi. Media di tuntut dan harus mampu beradaptasi dengan perubahan dalam masyarakat. ”Berhadapan dengan insan pers, saya itu bukan benci, tetapi rindu. Tetapi media selalu di hati dan selalu di rindu,” pungkas Jokowi. (*andysurya/kabarterkini.co.id)