Jakarta, kabar1news.com – Dewan Pimpinan Lembaga Peduli Nusantara jakarta berpendapat bahwa,masalah perlindungan dan jaminan atas suatu karya seni, sangat penting untuk diatur dalam Undang-Undang. Namun tidak demikian untuk masalah bagaimana aktifitas seni itu dilakukan.
Undang-Undang tak boleh mengatur mengenai proses untuk membuat karya seni dan bagaimana cara menampilkan hasil karya seni.
Yang boleh diatur hanya perlindungan dan jaminan hak seorang seniman atas karya seninya.
Berdasarkan Temuan Team Investigasi kami di lapangan dengan melakukan wawancara langsung dengan seorang yang disampaikan
Masalah pembajakan, penggunaan karya seni tanpa izin sampai ketidakjelasan pembagian royalti memang kerap terjadi di negeri ini.
Berdasarkan catatan, salah satu contoh kasus pelanggaran hak kekayaan intelektual atas karya seni (sastra) adalah kasus ‘Mahkamah’. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bahkan sudah menjatuhkan vonis.
Contoh lain, adalah pidana pemalsuan lukisan karya pelukis I Nyoman Gunarsa yang disidangkan di PN Denpasar. Gunarsa sempat mengadukan majelis hakim yang menangani perkara ini ke Komisi Yudisial di Jakarta.
Oleh karenanya teman2 seniman berharap agar para seniman mau mencermati kontraknya terlebih dulu ketika berhubungan dengan pihak lain. Di dalam kontrak, minimal harus ditegaskan mengenai hak kekayaan intelektual seorang seniman atas karya seninya.
Ini cukup jelas berdampak pada bagaimana penghitungan dan pembagian royalti.
Selain itu, kontrak juga menyebutkan mengenai pilihan hukum dan forum hukum yang akan ditempuh jika terjadi perselisihan.
Seniman perlu memahami hukum. Seniman tak melulu berhadapan dengan bagaimana memamerkan hasil karyanya, tetapi juga menghadapi kemungkinan karyanya dibajak orang lain, atau pameran karyanya bermasalah dengan pihak ketiga.
Dari beberapa temuan pelanggaran serta jenis hak kekayaan intelektual, hanya hak cipta yang secara tegas melindungi hasil setiap karya seni seperti, sastra, lagu atau musik, drama, tari, koreografi, pantomim, seni lukis, patung, gambar, seni ukir, fotografi, terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai dan karya lain dari pengalihwujudan. Jangka waktu perlindungan hak cipta adalah seumur hidup sang pencipta sampai 50 tahun setelah meninggalnya pencipta.
Hal ini diatur dalam UU No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Peristiwa tahun 2005 silam itu masih membekas di benak.
Pemilik Cemara 6 Galeri .
Pameran seni lukis itu terpaksa ditutup sebelum waktunya karena ada yang protes. Massa mempersoalkan sejumlah lukisan yang dipamerkan, termasuk gambar artis Anjasmara hasil jepretan Davy Linggar dan pelukis Agus Suwage.
Didalam setiap peristiwa itu, seniman bingung mau mengadu kemana dan bagaimana mempersoalkan penutupan pameran lukisan secara tiba-tiba oleh pelaksana atau pemilik gedung tempat pameran berlangsung.
Harus bagaimana kasus-kasus semacam itu. Bagaimana pula perlindungan hukum terhadap karya-karya seni tersebut.
Para seniman diminta membuat visual art untuk memeriahkan sebuah acara di Institut Kesenian Jakarta.
Para seniman berusaha mengerahkan tenaga dan daya cipta.
Hasil kerja para seniman dihargai melalui sertifikat.
Temuan Team Investigasi S3 dapat berdialog langsung denga para pelaku seni dan mendegarkan beberapa cerita kegalauan terhadap perlindungan karya seni di Indonesia.
Masalah perlindungan dan jaminan atas suatu karya seni, sangat penting untuk diatur dalam Undang-Undang. Namun tidak demikian untuk masalah bagaimana aktifitas seni itu dilakukan. Undang-Undang tak boleh mengatur mengenai proses untuk membuat karya seni dan bagaimana cara menampilkan hasil karya seni. Yang boleh diatur hanya perlindungan dan jaminan hak seorang seniman atas karya seninya.
fakta yang sering terjadi.
Agar para seniman mau mencermati kontraknya terlebih dulu ketika berhubungan dengan pihak lain. Di dalam kontrak, harus ditegaskan mengenai hak kekayaan intelektual seorang seniman atas karya seninya.
Ini sangat berdampak pada bagaimana penghitungan dan pembagian royalti. Kontrak juga menyebutkan mengenai pilihan hukum dan forum hukum yang akan ditempuh jika terjadi perselisihan.
Masalah pembajakan, penggunaan karya seni tanpa izin sampai ketidakjelasan pembagian royalti memang sangat kerap terjadi di negeri ini.
Berdasarkan,Temuan dilapangan seperti :
Contoh kasus pelanggaran hak kekayaan intelektual atas karya seni (sastra) adalah kasus.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bahkan sudah menjatuhkan vonis.
Contoh lainnya, adalah pidana pemalsuan lukisan karya pelukis I Nyoman Gunarsa yang disidangkan di PN Denpasar. Gunarsa sempat mengadukan majelis hakim yang menangani perkara ini ke Komisi Yudisial di Jakarta.
fakta yang sering terjadi.
Agar para seniman mau mencermati kontraknya terlebih dulu ketika berhubungan dengan pihak lain. Di dalam kontrak, harus ditegaskan mengenai hak kekayaan intelektual seorang seniman atas karya seninya.
Ini sangat berdampak pada bagaimana penghitungan dan pembagian royalti. Kontrak juga menyebutkan mengenai pilihan hukum dan forum hukum yang akan ditempuh jika terjadi perselisihan.
Sudah saatnya seniman harus Melek hukum agar tak melulu berhadapan dengan bagaimana memamerkan hasil karyanya, tetapi juga menghadapi kemungkinan karyanya dibajak orang lain, atau pameran karyanya bermasalah dengan pihak ketiga.
Dari beberapa jenis hak kekayaan intelektual, hanya hak cipta yang secara tegas melindungi hasil setiap karya seni seperti, sastra, lagu atau musik, drama, tari, koreografi, pantomim, seni lukis, patung, gambar, seni ukir, fotografi, terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai dan karya lain dari pengalihwujudan. Jangka waktu perlindungan hak cipta adalah seumur hidup sang pencipta sampai 50 tahun setelah meninggalnya pencipta.
Hal ini diatur dalam UU No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.