Madiun,Kabar1News.com – Umbi porang nama latin Amorphopallus muelleri Blume, merupakan tanaman yang menjanjikan dan menggiurkan karena setiap panen bisa menghasilkan rata-rata Rp 120-140 juta per hektare. Realisasi tanaman porang setiap hektare menghasilkan 10-12 ton dan jika dijual harganya bisa mencapai Rp 10-12 ribu/kg.
Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Jawa Timur, Harmanta, mengatakan, umbi porang harganya menggiurkan karena manfaatnya luar biasa. Selain sebagai bahan makanan minuman, nilai gizinya pun cukup tinggi dan bisa digunakan untuk bahan baku kosmetik.
“Yang tidak kalah menghebohkan ternyata ada salah satu komponen pesawat terbang menggunakan lem alamiah atau perekatnya harus dibuat dari porang,” ujar Harmanta saat membuka “Ngobrol Online Inspiratif” edisi ke 27 tahun 2021 dengan tema Porang Dulu Liar Kini Diincar, pada Rabu (17/03/2021).
Kenapa disebut porang tanaman liar, kata Hermanta, memang selama ini tumbuh di pekarangan atau di hutan-hutan tropis sehingga di pinggir-pinggir perkebunan atau di sela-sela tanaman perkebunan.
Tentunya dengan kemajuan teknologi budidaya porang dari hulu akan memberikan nilai ekonomis yang luar biasa karena dari setiap hektare bisa menghasilkan 10-12 ton porang basah dengan harga yang sudah mahal. Apalagi kalau diolah menjadi tepung, makanan atau kosmetik nilai tambahnya akan berlipat ganda.
“Dengan mendengarkan pakar akademisi, pelaku dan petani porang kita akan memetik manfaat bersama sehingga bisa mengangkat kesejahteraan masyarakat dan juga pertumbuhan ekonomi di Jatim,” tuturnya.
Kepala Desa (Kades) Klangon, Saradan, Madiun, Didik Kuswandi, menceritakan keberhasilan memajukan desanya dengan budidaya tanaman porang dimulai sejak tahun 1985. Tanaman porang waktu itu belum dikenal secara luas seperti sekarang. Akhirnya tahun 1985 Perhutani membuat program untuk desa Klangon memiliki peluang untuk menanam porang dengan harga Rp 100 per kilogram saat itu.
“Di era 1993, itu desa kami masih menjadi desa Inpres Desa Tertinggal (IDT), mayoritas warga kami berpenghasilan dari hutan, jadi cari empon-empon mulai dari temulawak, kunyit, dan lain lain. Satu satunya komoditi yang bisa dikembangkan pada saat itu adalah Porang,” kata Didik.
Berawal dari peluang tersebut, petani di Desa Klangon mulai menanam porang. Dimulai dari 1 sampai 2 hektare warga di Desa Klangon mulai membudidayakan porang. Seiring berjalannya waktu porang mempunyai nilai jual yang lebih tinggi dan kondisi desa sudah siap menjadi petani porang.
Sebanyak 1.252 kepala keluarga (KK) di Desa Klangon sudah menanam Porang. Artinya 100 persen dari keseluruhan warga di desa tersebut membudidayakan tanaman porang.
“Masyarakat Desa tertarik menanam porang karena hasil jualnya bagus. Harga julal porang antara Rp 10-12 ribu lebih tergantung pabrik yang membelinya. Kalau panen porang bisa menghasilkan 10-12 ton/hektarnya dengan nilai Rp 148 juta luar biasa. Sementara biaya tanam dan pemupukan sekitar Rp 35-60 juta/hektarnya” ungkap Didik.
Melalui budidaya tanaman umbi porang masyarakat desa yang dipimpinnya semakin hari bertambah sejahtera, menurut data Bandan Pusat statisitik (BPS) pernghasilan perkapitanya minimal masyarakat rata-rata Rp 4 juta. “Bahkan ada yang sampai Rp 30-40 juta perbulannya,” tanbah Kades Klangon.
Sampai hari ini Desa Klangon masih berusaha menjadi desa ekspor porang dengan kualitas terbaik melalui petani milenial. Lebih dari 2000 hektare tanah di wiilayan Gunung Pandan dikelola oleh masyarakat Desa Klangon ditanami tanaman Porang.
Soal pemasaran Tutur Didik, saat ini pabrik pabrik di Jawa Timur menjemput bola dengan mencari petani petani porang dan salah satunya ada petani di Desa Klangon dengan harga bersaing. (**Kominfojatim)