Jakarta,Kabar1News.com – Lembaga Peduli Nusantara jakarta berpendapat bahwa,Anak merupakan generasi penerus bangsa yang menbutuhkan perlindungan hukum khusus yang berbeda dari orang dewasa, dikarenakan alasan fisik dan mental anak yang belum dewasa dan matang. Perlindungan hukum anak diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap kebebasan dan hak asasi anak yang berhubungan kesejahteraanya.
Anak-anak membutuhkan perlindungan dan perawatan khusus termasuk perlindungan hukum yang berbeda dari orang dewasa.
Hal ini didasarkan pada alasan fisik dan mental anak-anak yang belum dewasa dan matang.
Anak perlu mendapatkan suatu perlindungan yang telah termuat dalam suatu peraturan perundang-undangan.
Setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental, sosial, berakhlak mulia perlu di dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa dikriminatif.
Berdasarkan catatan yang ada, tindak pemerkosaan paling banyak dilakukan oleh orang dekat seperti immediate family (ayah, paman, atau kakak), tetangga, teman sekolah dan kekasih yang memiliki intensitas interaksi yang cukup sering dengan korban. Namun tak jarang tindak tersebut dilakukan oleh orang asing bahkan oknum aparat.
Tindak pidana perkosaan seperti fenomena gunung es, angka perkosaan bisa jadi lebih besar karena korban tidak berani lapor ke pihak yang berwajib. Penyebabnya adalah korban dan keluarga takut akan stigmatisasi lingkungan dan pencitraan .
Pihak keluarga pun kadang melakukan tindakan yang kurang bijaksana, demi menghindari aib keluarga korban justru menikahkan korban dengan pelaku. Bukannya menyelesaikan masalah, hal ini malah berpotensi memperburuk trauma korban.
Indonesia telah membentuk Undang-Undang Nomor 23 Nomor 2002 tentang Perlindungan Anak sebagai bentuk perhatian serius dari pemerintah dalam melindungi hak-hak anak.
Tujuan perlindungan anak menurut undang-undang adalah untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskrimisasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.
Di dalam pasal 59 Undang-Undang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa perlindungan khusus wajib diberikan kepada anak yang berhadapan dengan hukum. Dalam pasal 64 ayat 1 dan 2 menyebutkan bahwa anak-anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak-anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban kejahatan.
Perlindungan anak secara nasional telah memperoleh dasar pijakan yuridis diantaranya Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional serta Pasal 21 sampai 24 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Perlindungan terhadap anak sebagai korban, maupun pelaku atau yang 10 Pasal 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak berhadapan dengan hukum diberikan secara merata terhadap semua jenis perkosaan.
Dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak diatur perihal kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan lembaga negara lainya, untuk memberikan perindungan khusus kepada :
a. Anak dalam situasi darurat;
b. Anak yang berhadapan dengan hukum;
c. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi;
d. Anak tereksploitasi secara ekonomi dan atau atau seksual ;
e. Anak yang diperdagangkan;
f. Anak anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA);
g. Anak korban penculikan, penjualan, dan perdagangan;
h. Anak korban kekerasan, baik fisik dan atau atau mental;
i. Anak yang menyandang cacat; dan
j. Anak korban perlakuan salah dan penelantaran.
Khusus untuk anak yang berhadapan dengan hukum, menurut Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang tentang Perlindungan Anak, diarahkan pada anak-anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana. Berdasarkan Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang tentang Perlindungan Anak, perlindungan bagi anak yang berhadapan dengan hukum dilaksanakan melalui:
a. Pelaksanaan hak secara manusiawi dengan martabat dan hak-hak anak.
b. Penyediaan sarana dan prasarana khusus;
c. Penyediaan petugas pendamping khusus bagi anak sejak dini;
d. Pemantauan dan pencatatan terus-terusan terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum;
e. Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga ; dan
f. Perlindungan dari pemberian identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi.
Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pers mempunyai arti , yaitu pers dalam arti sempit yaitu yang menyangkut kegiatan komunikasi yang hanya dilakukan dengan perantaraan barang cetakan. Sedangkan pers dalam arti luas ialah yang menyangkut kegiatan komunikasi, baik yang dilakukan dengan media cetak maupun media elektronik seperti radio, televisi, maupun internet.
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, menentukan bahwa fungsi pers ialah sebagai berikut :
1. Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
2. Disamping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.
Adapun fungsi pers antara lain:
a. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui menegakkan nilai nilai dasar demokrasi dan mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia.
b. Sebagai pelaku Media Informasi
c. Fungsi Pendidikan
d. Fungsi Hiburan
e. Fungsi Kontrol Sosial
f. Sebagai Lembaga Ekonomi
Kontrol masyarakat terhadap pers dimaksud adalah dengan dijaminnya setiap orang untuk menggunakan Hak Jawab dan Hak Koreksi.
Menurut Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, Hak Jawab adalah seseorang atau kelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, Hak Tolak adalah hak wartawan karena profesinya untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.
Perlindungan terhadap korban kejahatan sebenarnya sudah diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Kode Etik Jurnalistik juga memiliki peran untuk melindungi anak korban perkosaan dari pemberitaan media massa. Hal ini terdapat dalam pasal 4 dan 5 Kode Etik Jurnalistik.
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran mengatur bahwa jasa penyiaran yang dikenal dalam UU penyiaran ini adalah jasa peyiaran televisi dan jasa penyiaran radio.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran pada BAB V Pasal 48 mencantumkan mengenai Pedoman Perilaku Penyiaran, antara lain:
1. Pedoman perilaku penyiaran bagi penyelenggara siaran ditetapkan oleh KPI.
2. Pedoman perilaku penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun dan bersumber pada:
a. Nilai-nilai agama, moral, dan peaturan perundang-undangan yang berlaku, dan;
b. Norma-norma lain yang berlaku dan diterima oleh masyarakat umum dan lembaga penyiaran.
3. KPI wajib menerbitkan dan mensosialisasikan pedoman perilaku penyiaran kepada Lembaga Penyiaran dan masyarakat umum.
4. Pedoman pelaku penyiaran menentukan standar isi siaran yang sekurangkurangnya berkaitan dengan :
a. Rasa hormat terhadap nilai-nilai agama;
b. Kesopanan dan kesusilaan;
c. Perlindungan terhadap anak-anak, remaja dan perempuan;
d. Pelarangan dan pembatasan adegan seks, kekerasan dan sadisme;
e. Penggolongan program menurut usia khalayak ;
f. Rasa hormat terhadap hak pribadi;
g. Penyiaran program dalam bahasa asing;
h. Ketetapan dan kenetralan program berita;
i. Siaran langsung;
j. Siaran iklan;
5. KPI memfasilitasi pembentukan kode etik penyi
Pembentukan kode Etik Penyiaran.
Upaya pencegahan terhadap anak korban kejahatan perkosaan dalam pemberitaan media massa Upaya pencegahan terhadap anak korban kejahatan perkosaan dalam pemberitaan media massa dapat berasal dari beberapa lembaga yang terkait dengan perlindungan anak seperti:
a) Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
Sebuah lembaga negara independen yang berdiri sesuai amanat Pasal 74 sampai dengan 76 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak bertugas untuk:
a. Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pegaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
b. Memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.
Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak disebutkan “Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat, martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Adanya Telegram Kabareskrim POLRI: TR/1124/XI/2006 Tanggal 16 November 2006 Tentang Pedoman Penanganan dan Perlakuan Terhadap Anak Berhadapan Dengan Hukum, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol. : 10 Tahun 2007 Tentang pembuatan Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perempuan Dan Anak (Unit PPA ) serta turut menandatangani Surat keputusan Bersama antar 6 instansi, yakni Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Menteri Hukum Dan Ham Republik Indonesia, Menteri Sosial Republik Indonesia, Dan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Tentang Penanganan Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum. (Arthur)