Jakarta,Kabar1News.com – Lembaga peduli Nusantara jakarta berpendapat bahwa, istilah dan definisi Penggelapan dan penipuan dianggap sama oleh sebagian masyarakat karena memang sangat tipis perbedaannya, makanya hampir semua penegak hukum dan masyarakat yang merasa dirugikan akhirnya melaporkan Pelaku ke kepolisian dengan tindak pidana Penipuan dan penggelapan.
Dasar hukum Penipuan dan Penggelapan diatur dalam pasal-pasal yang berbeda dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek Van Strafrecht, Staatsblad 1915 No. 732)
Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan adalah perbuatan mengambil barang milik orang lain sebagian atau seluruhnya dan penguasaan atas barang itu sudah ada pada pelaku serta penguasaan itu terjadi secara sah.
Contohnya, penguasaan suatu barang oleh pelaku terjadi karena pemiliknya menitipkan barang tersebut.
Atau penguasaan barang oleh pelaku terjadi karena tugas atau jabatannya, misalnya petugas penitipan barang. Tujuan dari penggelapan adalah memiliki barang atau uang yang ada dalam penguasannya yang mana barang/ uang tersebut pada dasarnya adalah milik orang lain.
Sementara itu penipuan diatur dalam pasal 378 KUHP dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang.
Tindak pidana penipuan lebih luas dari penggelapan.
Jika penggelapan terbatas pada barang atau uang, penipuan termasuk juga untuk memberikan hutang maupun menghapus piutang.
Penipuan dan Penggelapan adalah delik aduan relatif dan pencabutan pengaduan bisa diakukan namun proses pemeriksaan perkara tetap dilanjutkan baik dalam tahap penyidikan, penuntutan maupun pemeriksaan dimuka pengadilan meskipun sudah membayar ganti rugi dan Pada hakikatnya delik aduan relatif merupakan delik biasa yang berhubungan dengan keluarga maka delik tersebut menjadi delik aduan yang hanya bisa dilakukan penuntutan apabila ada pengaduan dari korban.
Delik aduan bisa ditarik kembali apabila si pelapor menarik pengaduannya dalam jangka waktu 3 bulan setelah pengaduan sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 75 KUHP, kecuali perzinahan bagi pasangan yang sudah menikah dapat ditarik sampai dengan pemeriksaan pengadilan belum dimulai sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 284 ayat (4) KUHP. (Arthur)