Jakarta, kabar1news.com – Gerai Hukum Art & Rekan berpendapat bahwa,Pasal Penggelapan Uang secara umum tindak pidana penggelapan uang merupakan tindakan melanggar hukum yang dilakukan karena adanya motif-motif tertentu.
Penggelapan merupakan bentuk kejahatan di mana seseorang atau entitas menyalahgunakan sebuah aset yang dipercayakan kepadanya.
Dalam penggelapan, pelaku memperoleh sebuah aset secara sah dan memiliki hak untuk mengelolanya, tetapi aset tersebut kemudian digunakan untuk tujuan yang tidak seharusnya. Hal seperti ini sering terdengar dalam berita-berita tentang tindakan seorang karyawan yang menggelapkan dana perusahaan.
Meski terlihat hampir sama mengenai perbuatan penipuan dan penggelapan, tapi nyatanya keduanya adalah perbuatan yang berbeda. Hukum pidananya pun juga diatur dalam pasal yang berbeda.
Penggelapan dan penipuan telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP dengan pasal hukum yang berbeda.
Penggelapan diatur dalam pasal 372 KUHP. Penggelapan merupakan perbuatan mengambil barang milik orang lain (sebagian atau seluruhnya) di mana pengendalian atas barang tersebut berada di atas tangan pelaku dan penguasaannya sudah secara sah.
Contohnya :
Pelaku yang menguasai sebuah barang yang dititipkan kepadanya atau penguasaan barang oleh pelaku karena tugas atau jabatan yang diberikan kepadanya.
Tujuan dari penggelapan diantaranya adalah untuk memiliki barang atau uang yang sedang dipegangnya, sedangkan pada dasarnya barang atau uang tersebut bukanlah miliknya, melainkan milik orang lain.
Sedangkan penipuan diatur dalam pasal 378 KUHP.
Tindakan penipuan bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau pihak lain dengan cara melawan hukum, diantaranya dengan memakai nama palsu, melakukan tipu muslihat, ataupun membuat rangkaian kebohongan.
Hukuman Penggelapan Uang Diatur dalam KUHP Pasal Penggelapan Uang
Untuk hukuman yang harus diterima oleh pelaku penggelapan uang sudah diatur dalam Pasal penggelapan uang yang ada dalam buku II Bab XXIV Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berjudul “Penggelapan”.
Diantaranya pasal 374 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) tentang pasal penggelapan uang perusahaan dengan pelaku penggelapan dalam sebuah jabatan dapat diancam pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun .
Mengingat tindak pidana penggelapan ini sudah diatur dalam pasal 374 KUHP, maka sudah jelas jika proses hukum terhadap pelakunya tidak bisa dihentikan meski pihak yang terkait telah melakukan perdamaian.
Sehingga tindakan kejahatan ini tergolong ke dalam hukum pidana dan bukan hukum perdata penggelapan uang, yang mana jika kasus penggelapan tersebut telah diadukan dan dalam tahap persidangan, pidananya tidak dapat dihapus meskipun para pihak telah melakukan pembayaran.
Karena kasus tindak penggelapan ini masuk ke dalam delik biasa yang mana harus tetap diproses oleh pihak berwajib (polisi, jaksa, hakim) tanpa perlu adanya aduan dari pihak yang merasa dirugikan. Jadi posisi penegak hukum disini bersifat aktif untuk bisa menindaklanjuti sebuah tindak pidana.
Jika ternyata ditengah proses berjalannya penanganan perkara, para pihak sudah berdamai, kasus tergolong delik biasa ini tidak dapat dihentikan saat para pihak berdamai seperti delik aduan.
Proses hukum akan terus berjalan hingga tersangka/terdakwa dapat keputusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.(**)
Pembahasan Oleh : Arthur Noija, S.H
Gerai Hukum Art dan Rekan Jakarta