Penyelesaian Kredit Macet dengan No Litigasi Diluar Pengadilan Menggunakan Alternatif Penyelesaian Sengketa Mediasi dan Negoisasi.
Oleh: Aulia Dean Puspita Sari
(1311900258) ; Fakultas Hukum, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.
Kabar1news.com | Kebutuhan hidup manusia untuk sandang pangan memanglah banyak, belum lagi dengan kebutuhan papan yang belum lunas. Dengan kebutuhan hidup yang banyak, sebagai manusia tentu harus mengeluarkan dana yang banyak juga agar kebutuhan hidup terpenuhi.
Pada kenyataannya, tidak semua manusia khususnya masyarakat Indonesia memenuhi kebutuhan hidup.
Banyaknya faktor yang menyebabkan masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan hidup seperti dari gaji atau pemasukan yang kecil tidak sepadan dengan pengeluaran yang dikeluarkan. Dari kejadian tersebut masyarakat pun mencari cara agar kebutuhan hidupnya terpenuhi, dan cara yang praktis ialah dengan pinjaman bank karena dalam praktiknya, uang dari pinjaman bank akan langsung ditransfer sehingga bisa langsung digunakan.
Adanya bank berperan penting terhadap kehidupan masyarakat. Bank membantu masyarakat dalam hal menabung dan juga pemberian kredit, disisi lain terdapat layanan asuransi bank yang digunakan untuk investasi, dana tabungan atau tabungan untuk hari tua nanti. Begitu banyaknya manfaat bank bagi kehidupan manusia apalagi di era modern ini membuat masyarakat memilih bank sebagai tempat untuk menyimpan dana dan juga sebagai alat transaksi.
Pinjaman melalui bank memanglah mudah, yang dibutuhkan hanyalah berkas fotocopy seperti ktp, kartu keluarga, npwp, buku tabungan dan bukti penghasilan. Pihak bank akan membantu debitur yang ingin melakukan pinjaman dengan ratusan rupiah atau milyaran tapi tentu dengan mengikuti syarat yang berlaku. Tetapi pada kenyataannya, banyak masyarakat yang melakukan pinjaman dari bank dan selanjutnya tidak melanjutkan angsuran pembayaran pada bank dikarenakan banyak faktor, Hal tersebut biasa disebut kredit macet.
Adanya kredit macet ini memang harus dihindari bagi semua debitur, karena dalam penerapannya terdapat denda maupun sanksi terhadap debitur yang tidak bisa melakukan pembayaran.
Dalam menyelesaikan kasus hukum diselesaikan melalui alternatif penyelesaian sengketa atau Alternatif Dispute Resolution (ADR) yang dimuat dalam hukum Indonesia pada Undang – Undang No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrasi dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Pengertian Alternatif Penyelesaian Sengketa ialah penyelesaian sengketa konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi.
Melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, seperti pada kasus kredit macet dan pemulihan piutang digunakan mediasi dan negosiasi. APS ini merupakan penyelesaian sengketa non litigasi. Sedangkan pengertian Arbitrase menurut Undang-Undang nomor 30 tahun 1999 pasal 1 ialah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Pengertian konsultasi ialah kegiatan dimana antar dua pihak yaitu klien dengan konsultan yang memberi pendapatnya sesuai apa yang ditanyakan klien. Untuk konsiliasi adalah konsiliator yang bertugas menjadi penegah dan memberikan solusi dengan mempertemukan pihak-pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihannya secara damai.
Dalam kasus kredit macet yang dialami oleh debitur dengan pihak kreditur sebelumnya telah ada perjanjian tertulis mengenai pinjaman yang dilakukan debitur kepada kreditur. Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 BW “Perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih”.
Pengertian kredit pada BW dikenal dengan nama pinjam meminjam yang berarti utang piutang. Kredit macet merupakan jika debitur wanprestasi terhadap perjanjian pinjaman pada bank yang telah jatuh tempo, akibatnya terjadi keterlambatan pembayaran atau bisa saja tidak adanya pembayaran pinjaman, atau terdapat pembayaran tetapi tidak sesuai nominal pada perjanjian atau diluar kemampuan debitor ( force majeure ). Force majeure adalah keadaan overmacth atau memaksa atau pembelaan debitur akibat tidak terlaksananya pembayaran.

Dalam kasus kredit macet tersebut jika debitur tidak melakukan pembayaran maka pihak kreditur akan melakukan tindakan hukum dua jalur yaitu litigasi dan non litigasi.
Penyelesaian dengan litigasi atau melalui jalur pengadilan akan memakan waktu yang lama karena dengan mengajukan gugatan, sedangkan non litigasi atau diluar pengadilan akan dilakukan dengan dua cara antara debitur dengan kreditur yaitu negosiasi dan mediasi untuk kasus seperti kredit macet.
Negosiasi adalah penyelesaian dengan mendiskusikannya yang hanya melibatkan dua pihak. Dengan dilakukannya negosiasi, artinya debitur memiliki itikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya. Mediasi adalah penyelesaian dengan pelaksanaanya pihak ketiga (mediator) membantu debitor dan kreditur. Mediator disini sebagai penengah yang netral atau tidak memihak dan memberikan bantuan penyelesaian sengketa. Mediator hanya membantu dan memberikan solusi hukum bagi klien dan mediator tidak memaksa menyelesaikan atau mengambil kesimpulan dari kasus yang ada tetapi mediator memberikan solusi yang mereka inginkan kepada klien.
Dalam Undang – Undang Nomor 30 Tahun 1999 Pasal 6 ayat (3) Arbitrasi dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, mediasi merupakan proses kegiatan sebagai kelanjutan dari gagalnya negosiasi yang dilakukan oleh para pihak menurut ketentuan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999.
Akan tetapi undang-undang ini tidak memberikan rumusan definisi yang jelas mengenai mediasi ataupun mediator. Dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 tentang Mediasi di Pengadilan perubahan Peraturan Mahkamah Agung No. 2 tahun 2003 disebutkan bahwa mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa dengan perundingan atau musyawarah untuk memperoleh mufakat dari para pihak dengan dibantu oleh mediator.
Dalam Undang – Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, mengenai mediasi tepatnya pada pasal 6 dijelaskan bahwa ; Sengketa atau beda pendapat dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada iktikad baik dengan menyampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri.
Penyelesaian sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas hari) dan hasilnya dituangkan dalam kesepakatan tertulis.
Dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diselesaikan maka atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasihat ahli maupun melalui seorang mediator.
Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dengan bantuan seorang atau lebih penasihat ahli maupun melalui seorang mediator tidak berhasil mencapai kata sepakat, atau mediator tidak berhasil mempertemukan kedua belah pihak, maka para pihak dapat menghubungi sebuah lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa untuk menunjuk seorang mediator.
Setelah menunjuk mediator atau lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari usaha mediasi sudah harus dapat dimulai.
Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui mediator sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dengan memegang teguh kerahasiaan, dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh semua pihak yang terkait.
Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan iktikad baik serta wajib didaftarkan di pengadilan negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan.
Jika dalam penyelesaian sengketa secara mediasi tidak diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan akta perdamaian maka ketika satu pihak (debitur) mengingkari kesepakatan mediasi, bisa melakukan gugatan wanprestasi, dikarenakan kesepakatan damai tanpa memiliki akta perdamaian dari pengadilan status hukumnya akan menjadi perjanjian bagi para pihak.
Penyelesaian kedua ialah dengan negosiasi. Cara negosiasi ialah dengan memanggil pihak debitur untuk musyawarah. Dalam bernegosiasi, pihak debitur akan meminta keringanan terhadap kreditnya agar bisa menyicil lagi dan biasanya akan ada penjadwalan ulang.
Penjadwalan ulang adalah mengubah jadwal pembayaran kredit atau mengubah jangka kredit misalnya dengan memperpanjang jangka kredit agar debitur bisa melunasi. Pemberian keringanan bunga/denda bisa diberikan kepada debitur yang tidak mampu membayar kewajibannya dan penjualan agunan di bawah tangan yang penyelesaiannya secara damai lalu penjualan agunan dibawah tangan dilakukan dengan cara debitor diberi kesempatan untuk menjual sendiri agunannya atau bank membantu menawarkan atau mencari pembeli. Penjualan agunan dibawah tangan memang efektif untuk menyelesaikan kredit yang tak kunjung selesai, namun dalam penerapannya pihak bank tidak bisa menjual tanpa seizin dari pemiliknya atau debitur. (Aulia Dean Puspita Sari)