Jakarta,Kabar1News.com – Lembaga Peduli Nusantara berpendapat bahwa, masih banyak bentuk bukti kepemilikan tanah yang dikenal pada masyarakat Indonesia, salah satunya adalah petok D.
Generasi milenial yang berumur 20-an atau 30-an, bisa jadi tidak mengenal petok D sebagai bukti kepemilikan tanah.
Yang pastinya generasi milenial hanya mengetahui SHM (sertifikat hak milik) sebagai bentuk bukti kepemilikan tanah.
bagi mereka yang masuk generasi yang lahir pada 1940-an hingga 1950-an pastinya lebih paham petok D.
Petok D adalah tanah yang mempunyai alas hak surat tanah petok D, hal ini berlaku sebelum perubahan peraturan.
Sebelum 1960, surat petok D mempunyai kekuatan yang setara dengan sertifikat kepemilikan tanah.
Tetapi, setelah UUPA (Undang-undang Pokok Agraria) berlaku pada 24 Desember 1960, aturan tersebut tidak berlaku lagi.
Sekarang banyak, surat petok D ini cuma dianggap sebagai alat bukti pembayaran pajak tanah oleh mereka yang menggunakan tanah.
Status tanah petok D ini sebenarnya mirip dengan tanah girik yang harus diubah surat kepemilikannya.
Petok D ini termasuk sangat lemah kalau difungsikan sebagai surat kepemilikan atas tanah atau lahan.
Masih banyak orang terutama di pedesaan yang masih awam mengenai hal ini, sehingga surat petok D seringkali menimbulkan masalah saat jual beli tanah.
Di lapangan surat tanah dengan status petok D dan ingin membelinya, serta ingin mengecek statusnya, ada caranya.
Caranya mudah, bawa saja surat petok D pemilik lahan ke kantor desa atau kelurahan setempat sesuai lokasi.
Kita minta penjelasan, apakah identitas di dalam petok D ini memang benar dan ada dalam catatan induk pertanahan setempat atau memang fiktif.
Meski hanya bersifat petok D saja, namun ternyata bisa dijaminkan, ternyata ada kredit bank jaminan petok D.
Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah dari Petok D :
Apabila Kalau kita memiliki tanah warisan orang tua yang masih petok D atau membeli tanah dengan status petok D, Maka kita bisa mengubahnya menjadi sertifikat hak milik (SHM), caranya mudah mengubah petok D ke SHM.
Ada dua tahap proses yang harus dilakukan yaitu di kantor kelurahan atau desa dan kemudian kantor pertanahan.
Mengurus Berkas di Kantor Kelurahan Atau Desa.
1. Surat Keterangan Tidak Sengketa :
Surat ini sangat dibutuhkan untuk memastikan kalau tanah ini tidak dalam status sengketa dengan orang lain.
Ketika membuat surat keterangan ini harus disertai saksi dari Ketua RT (Rukun Tetangga) dan RW (Rukun Warga).
2.Surat Keterangan Riwayat Tanah :
Surat keterangan ini menjelaskan riwayat kepemilikan tanah dari awal pencatatan di kelurahan sampai saat sekarang.
3. Surat Keterangan Penguasaan Tanah Secara Sporadik :
Surat keterangan ini dibuat oleh pemohon yang memastikan penguasaan tanah yang memang menjadi haknya.
Untuk mengurus surat keterangan penguasaan ini, pemohon bisa menggunakan jasa notaris setempat.
Setelah mendapatkan semua surat keterangan tersebut, maka langkah selanjutnya adalah mengurus ke kantor pertanahan.
Mengurus Berkas di Kantor Pertanahan.
Pada Saat mengurus berkas di kantor pertanahan, tahapan yang harus dilalui memang lebih banyak lagi.
1.Mengajukan permohonan sertifikat yang disertai dokumen yang diperlukan.
2.Mengukur tanah di lokasi secara langsung yang dilaksanakan oleh petugas dengan didampingi oleh pemohon atau kuasanya untuk menunjukkan batas-batas tanah.
3.Mengesahkan surat ukur yang ditandatangani pejabat berwenang yaitu kepala seksi pengukuran dan pemetaan kantor pertanahan setempat.
4.Melakukan proses surat ukur oleh petugas panitia A yang beranggotakan kepala desa atau lurah setempat dan juga petugas kantor pertanahan.
5.Menunggu pengumuman data yuridis yang dilaksanakan di kantor balai desa atau kelurahan dan juga kantor pertanahan.
Pengumuman dilakukan selama 60 hari, tujuannya untuk menjamin bahwa tidak orang yang keberatan dengan pengumuman ini.
6.Menerbitkan surat keputusan hak atas tanah, namun surat ini belum berupa sertifikat karena belum melalui proses lanjutan.
Ada proses membuat sertifikat di sub seksi pendaftaran hak dan informasi, setelah itu baru dibuat sertifikat.
7.Membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB) sebagai kewajiban pemilik tanah sebelum adanya penerbitan sertifikat.
8.Mendaftarkan surat keputusan hal yang bertujuan untuk menerbitkan sertifikat.
9.Mengambil sertifikat.
Biaya Pembuatan Sertifikat Tanah dari Petok D:
Biaya untuk membuat sertifikat tanah dari petok D tentunya disesuaikan dengan luas tanah atau lahan.
Semakin besar luas tanah, maka semakin tinggi juga biaya harus yang dikeluarkan untuk membuat sertifikat.
Hal ini terkait dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dari tanah tersebut, jadi siapkan dana yang mengurusnya.
Pembahasan oleh : Arthur Noija, S.H