Jakarta,Kabar1News.com – Terkait viralnya video pemukulan terhadap wanita hamil di Gowa Sulawesi Selatan oleh oknum Satpol PP pada (14/07/21) menuai banyak kritikan masyarakat. Tindakan petugas Satpol PP dinilai terlalu arogan dan sewenang-wenang.
Menyikapi kejadian tersebut Lembaga Peduli Nusantara Jakarta melalui Ketua Umumnya Arthur Noija SH berpendapat bahwa Tindakan oknum aparat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kab Gowa yang dinilai arogan saat menertibkan sejumlah warung usaha dalam razia Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.
“Menurut kami Lembaga Peduli Nusantara Jakarta meski tujuan dari Satpol PP itu baik untuk menegakkan PPKM Darurat, tetapi tindakan arogan telah menuai protes di masyarakat” kata Arthur
Lebih jauh di katakan oleh Ketua LPN “bisa di pahami komitmen lurus aparat dalam menegakkan aturan. Walaupun demikian, tanggung jawab kita terhadap hukum tidak semestinya menghilangkan tata krama kita dalam memanusiakan manusia”:.jelasnya.
Tindakan oknum aparat yang dinilai represif dan bertindak terlalu jauh dengan cara menyita properti usaha hingga sejumlah pertokoan yang dinilai melanggar PPKM Darurat di Kab.Gowa
Kami menilai, tindakan arogan itu dapat disebut sebagai cara-cara yang primitif dilakukan oleh oknum aparat. Kami meminta agar tindakan seperti itu segera dihentikan.
Cara-cara primitif ini harus dihentikan dan tidak boleh terulang. Aparat adalah perpanjangan tangan dari negara yang dituntut memiliki kepekaan sosial yang tinggi. Ketegasan itu penting, namun yang tidak kalah penting adalah ketegasan melalui keteladanan, pengayoman, dan kesantunan.
Lebih jauh dijelaskan seharusnya petugas bisa bertindak dengan menggunakan metode Yuridis normatif.
Dengan menggunakan metode yuridis normatif, disimpulkan:
1. Pengaturan sanksi pidana terhadap pelanggaran peraturan daerah diatur dalam KUHP sebagaimana hukum pidana materiil dan diproses melalui KUHAP sebagaimana hukum pidana formil. Pengaturan sanksi pidana dalam hukum administrasi (peraturan daerah) dalam rangka penegakan pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah daerah.
Dengan demikian sanksi pidana menurut UU No. 12 Tahun 2011 perlu dimuat/dicantumkan dalam pembentukan UU atau peraturan daerah.
2. Penegakan hukum peraturan daerah terhadap pelanggarannya diancam dengan sanksi perdata dan sanksi pidana, dan sanksi administratif sesuai dengan berat, ringannya pelanggaran yang dilanggar oleh pelakunya ddan penjatuhan sanksi-sanksi tersebut dilakukan oleh aparatur penegak hukum yang mempunyai kewenangan pol PP, polisi dll untuk itu dengan berpegang kepada peraturan perundang-undangan yang mengatur jenis pelanggaran.
(UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah, KUHP, KUHAP, UU No. 8 Tahun 1981 dan UU lainnya yang terkait.
[11.35, 15/7/2021] Arthur R: Satpol PP Bukan Anggota Kepolisian
Sebelum membahas lebih dalam, perlu kami klarifikasi bahwa yang disebut sebagai Satuan Polisi Pamong Praja (“Satpol PP”) bukanlah anggota dari Kepolisian Republik Indonesia (“Polri”).
Bila berbicara tentang Satpol PP, maka kita tidak dapat lepas dari Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja (“PP 16/2018”).
Dalam Pasal 1 angka 2 PP 16/2018 disebutkan bahwa:
Polisi Pamong Praja yang selanjutnya disebut Pol PP adalah anggota Satpol PP sebagai aparat Pemerintah Daerah yang diduduki oleh pegawai negeri sipil dan diberi tugas, tanggung jawab, dan wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman serta pelindungan masyarakat.
Berdasarkan penjelasan di atas, definisi Satpol PP sudah jelas.
Artinya, Satpol PP yang maksud tidak dapat dipersamakan dengan anggota Polri pada umumnya. kami asumsikan adalah tugas Satpol PP. Pasal 5 PP 16/2018 menyebut dengan jelas mengenai tugas Satpol PP, yaitu:
menegakkan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman, dan menyelenggarakan pelindungan masyarakat.
Berdasarkan penjelasan di atas, kegiatan masuk ke dalam poin huruf (b), yang mana Satpol PP mempunyai tugas dalam menjaga ketertiban umum Wewenang terkait unjuk rasa ini juga diakui dalam Pasal 11 huruf g PP 16/2018.
Terlepas dari hal itu, Jadi sepanjang apa yang dilakukan tidak menganggu ketertiban umum, tidak ada dasar bagi Satpol PP untuk mengambil tindakan apapun, terlebih lagi melakukan kekerasan. (Arthur)
Dasar Hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja;
Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Sistem Informasi Penyidikan.