Jakarta, Kabar1News.com – Gerai Hukum Art & Rekan berpendapat bahwa, istilah meningkatkan status tanah garapan menjadi SHM (sertifikat hak milik) adalah kurang tepat. Yang lebih tepat adalah didaftarkan menjadi SHM, karena tanah garapan bukan merupakan jenis hak kepemilikan tanah yang diatur Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”).
Definisi tanah garapan menurut Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 2 Tahun 2003 tentang Norma dan Standar Mekanisme Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan yang Dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota (“SK Kepala BPN”) adalah sebidang tanah yang sudah atau belum dilekati dengan sesuatu hak yang dikerjakan dan dimanfaatkan oleh pihak lain baik dengan persetujuan atau tanpa persetujuan yang berhak dengan atau tanpa jangka waktu tertentu.
Untuk tanah garapan yang sudah dilekati dengan sesuatu hak, jika hak tersebut adalah hak milik tentunya tidak bisa didaftarkan menjadi hak milik oleh penggarap. Sesuai dengan Pasal 20 Ayat (1) UUPA hak milik adalah hak terkuat dan terpenuh.
Kecuali hak milik tanah tersebut sudah jatuh kepada negara sesuai dengan pasal 27 huruf a UUPA.
Jika hak tersebut merupakan Hak Guna Usaha atau Hak Guna Bangunan juga tidak bisa didaftarkan menjadi hak milik oleh penggarap kecuali hak guna usahanya sudah hapus sesuai dengan pasal 34 UUPA atau hak guna bangunannya sudah hapus sesuai dengan pasal 40 UUPA.
Untuk tanah garapan yang belum dilekati dengan sesuatu hak, bisa langsung didaftarkan menjadi Hak Milik dengan memperhatikan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah(“PP 24/1997”).
Adapun prosedur pendaftaran tanah garapan menjadi tanah hak milik sama seperti kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang diatur dalam Pasal 12 PP 24/1997, meliputi :
a. pengumpulan dan pengolahan data fisik.
b. pembuktian hak dan pembukuannya.
c. penerbitan sertifikat.
d. penyajian data fisik dan yuridis.
e. penyampaian daftar umum serta dokumen.
Yang harus diperhatikan sebelum melakukan prosedur melalui BPN (Badan Pertanahan Nasional) adalah mengetahui kesesuaian peruntukan tanah tersebut dengan rencana tata ruang daerah tanah tersebut melalui kelurahan, kantor desa, atau kecamatan.
Dan didalam hal tanah garapan yang belum dilekati dengan sesuatu hak harus dipastikan terlebih dahulu melalui kantor desa atau kelurahan tanah tersebut bahwa tanah tersebut memang belum pernah didaftarkan sebelumnya oleh orang atau badan hukum lain.
Mengenai biaya pendaftaran tanah garapan tersebut tergantung wilayah dan luas tanah.
Karena biaya masing-masing wilayah di Indonesia berbeda.
baiknya bila kita mendatangi kantor PPAT/ kantor BPN dimana tanah tersebut berada.
Dasar hukum :
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
3. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 2 Tahun 2003 tentang Norma dan Standar Mekanisme Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan yang Dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. (*)
Sumber Oleh : Arthur Noijah SH
Kunjungi juga website : https://www.geraihukumartdanrekan.com/