Jakarta,kabar1news.com – Bedanya tanah hak ulayat dengan tanah milik desa.
Sering penyebutannya dengan istilah “tanah ulayat kaum desa”
ada juga dengan istilah “tanah milik desa”.
Tanah-Tanah Milik Adat
Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Pesuli Nusantara jakarta berpendapat bahwa,menurut Gunanegara dalam bukunya Hukum Pidana Agraria: Logika Hukum Pemberian Hak Atas Tanah dan Ancaman Hukum Pidana (hal.3), tanah-tanah milik adat terdiri dari Hak Masyarakat Adat dan Hak Adat Perorangan, yang mana Hak Masyarakat Adat itu terdiri dari:
1. Hak ulayat
a. Hak pertuanan
b. Hak persekutuan
c. beschikkingrechts
2. Hak desa
a. Tanah Milik Desa
b. Tanah Kas Desa
c. Tanah Bengkok
d. Ambtveld
Tanah dan Hak Ulayat
Sebagaimana yang pernah dijelaskan dalam artikel Tanah Ulayat, Tanah Ulayat diartikan sebagai tanah bersama para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Hak penguasaan atas tanah masyarakat hukum adat dikenal dengan Hak Ulayat.
Hak Ulayat merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”) mengakui adanya Hak Ulayat.
Pengakuan itu disertai dengan 2 (dua) syarat yaitu mengenai eksistensinya dan mengenai pelaksanaannya.
Berdasarkan Pasal 3 UUPA, Hak Ulayat diakui “sepanjang menurut kenyataannya masih ada”.
Dengan demikian, Tanah Ulayat tidak dapat dialihkan menjadi tanah Hak Milik apabila Tanah Ulayat tesebut menurut kenyataan masih ada, misalnya dibuktikan dengan adanya masyarakat hukum adat bersangkutan atau kepala adat bersangkutan.
Sebaliknya, Tanah Ulayat dapat dialihkan menjadi tanah hak milik apabila tanah ulayat tersebut menurut kenyataannya tidak ada atau statusnya sudah berubah menjadi “bekas tanah ulayat”.
Prosedur Pengakuan Tanah Ulayat, Tanah Ulayat didefinisikan oleh Putu Oka Ngakan et.al dalam buku Dinamika Proses Desentralisasi Sektor Kehutanan di Sulawesi Selatan (hlm. 13) sebagai tanah yang dikuasai secara bersama oleh warga masyarakat hukum adat, di mana pengaturan pengelolaannya dilakukan oleh pemimpin adat (kepala adat) dan pemanfaatannya diperuntukan baik bagi warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan maupun orang luar.
Hak penguasaan atas tanah oleh masyarakat hukum adat dikenal dengan Hak Ulayat.
Hak ulayat merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya.
Tanah Desa.
Pasal 1 angka 26 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa (“Permendagri 1/2016”) menyebutkan bahwa Tanah Desa adalah tanah yang dikuasai dan atau dimiliki oleh Pemerintah Desa sebagai salah satu sumber pendapatan asli desa dan/atau untuk kepentingan sosial.
Kekayaan milik Desa yang berupa tanah disertifikatkan atas nama Pemerintah Desa.
Artinya tanah milik desa yaitu tanah yang dimiliki pemerintah desa dan disertifikatkan atas nama Pemerintah Desa.
Pada dasarnya tanah ulayat merupakan aset desa.
Aset desa itu dapat berupa tanah kas Desa, tanah ulayat, pasar Desa, pasar hewan, tambatan perahu, bangunan Desa, pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian, hutan milik Desa, mata air milik Desa, pemandian umum, dan aset lainnya milik Desa.
Penjelasan kami di atas, Tanah Desa dan Tanah dengan Hak Ulayat sama-sama merupakan tanah-tanah milik adat yang menjadi Hak Masyarakat Adat.
Tanah milik adat terdiri dari Hak Masyarakat Adat dan Hak Adat Perorangan, yang mana Hak Masyarakat Adat itu terdiri dari hak ulayat dan hak desa seperti yang kami sebutkan di atas.
Akan tetapi, yang menjadi pembeda antara Tanah Ulayat dengan Tanah Desa adalah Tanah Ulayat merupakan tanah yang dikuasai oleh masyarakat hukum adat tertentu dan di dalamnya terkandung hak ulayat, sedangkan Tanah Desa merupakan salah satu tanah yang merupakan hak desa secara keseluruhan.
Dasar hukum :
1.Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
2.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa.
Referensi:
Gunanegara. 2017. Hukum Pidana Agraria: Logika Hukum Pemberian Hak Atas Tanah dan Ancaman Hukum Pidana. Jakarta: PT. Tatanusa.
Pembahasan Oleh : Dewan Pimpinan Pusat LPN Jakarta : Arthur Noija, S.H